Mp3

Jumat, 29 April 2016

MAKALAH TINDAK PIDANA EKOMOMI

MAKALAH TINDAK PIDANA EKONOMI





PROGRAM D3 AKUNTANSI KELAS 2E-REGULAR
SAIDAH ( 14030148)



POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL
Jln. Mataram No.9 Pesurungan Lor Tegal
Telp.(0283)352000

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya dari TuhanYang Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai Tindak Pidana Ekonomi.Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis, maka tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkankritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan yang penuh kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagisemua pihak yang membacanya tentang Tindak Pidana Ekonomi.



Tegal,




Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1 
DAFTAR ISI ......... ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3
A.     LATAR BELAKANG.............................................................................................. 3
B.     TUJUAN PENULISAN........................................................................................... 3
C.     MANFAAT PENULISAN....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 4 
A.     PENGERTIAN T INDAK PIDANA EKONOMI...................................................... 4
B.     UNSUR UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI.................................................... 7
C.     SUBJEK&SANKSI(ANCAMAN HUKUM) TINDAK PIDANA EKONOMI........... 8
D.     KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA EKONOMI................................................ 9
E.      TIPE-TIPE PIDANA EKONOMI........................................................................... 12
F.      TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN PEREKONOMIAN SECARA UMUM DAN BERSIFAT MERUGIKAN NEGARA.................................................................... 13
G.     TINDAK PIDANA EKONOMI DILUAR UNDANG-UNDANG........................... 21
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 23
A.     SIMPULAN........................................................................................................... 23
B.     SARAN................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 24


C.                                             
BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini tidak terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan sampai dengan pemerintahan yang berandaskan pada negara-bangsa (nation-state) dan kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteran bangsa (welfare-state) menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di satu pihak dan bidang politik di lain pihak.
Dilihat dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau perspektif ekonomi politik, telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama pentingnya yang dimulai dengan perspektif merkantilisme, liberalisme dan perpektif marxisme (Gilpin dalam Lubis dan Eauxbaum, 1986 : 17-18).
Sasaran kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda satu sama lain. Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di mana politik menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran kegiatan ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia sebesar-besarnya dan dalam perspektif marxisme, sasaran kegiatan ekonomi bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas ekonomi sebesar-besarnya.
Ketiga perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini dalam praktiknya tidak selalu memberiikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena kenyataan perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh kenyataan dimana negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi) internasional maupun mekanisme (ekonomi) internasional. Struktur internasional khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang bernaung dibawah PBB.
Ketika hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan diajukan dalam bentuk sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam aspek pemidanaan.
B. TUJUAN PENULISAN
Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a.Mengetahui Apa yang saja ruang lingkup tindak pidana ekonomi. 
b.Mengetahui dan memahami Tindak Pidana Yang berkaitan dengan Perekonomian Secara Umum dan Bersifat Merugikan Negara.
C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai media untuk menambah wawasan bagi pembacanya. 
b. Bahan referensi aktual.c. Bahan bacaan dan pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI

Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana di bidang ekonomi dapat diartikan perbuatan pelanggaran terhadap setiap hak, kewajiban / keharusan atau larangan sebagai ketentuan – ketentuan dari peraturan – peraturan hukum yang memuat kebijaksanaan negara di bidang ekonomi untuk mencapai tujuan nasional.

Lebih lanjut pengertian ini dijabarkan dalam Pasal 1 Undang-undang tindak pidana ekonomi yang menyebutkan bahwa yang didefinisikan sebagai tindak pidana perekonomian adalah:

1.      Pelanggaran berbagai ketentuan yang terdapat dalam atau berdasarkan berbagai peraturan dan ordonantie (peraturan pemerintah) yang dicantumkan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang tindak pidana ekonomi.
2.      Tindak-tindak pidana tersebut dalam Pasal 26, Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-undang tindak pidana ekonomi.
3.      Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekedar undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana ekonomi secara umum adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya.
Pengertian Tindak Pidana Ekonomi pada Pasal 1 Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi bersifat prospektif artinya tidak ada definisi yang bersifat limitative mengenai tindak pidana ekonomi. Apabila pada kemudian hari diperlukan adanya pengaturan mengenai perbuatan atau pelanggaran tertentu sebagai tindak pidana ekonomi, hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Istilah tindak pidana ekonomi yang dikenal di Indonesia apabila dilihat dari substansi Undang-Undang Darurat No. 7 1955 tampak lebih dekat atau dapat dimasukkan ke dalam istilah economic crimes dalam arti sempit. Hal ini disebabkan Undang-undang tersebut secara substansial hanya memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara sempit
Menurut arti sempit tindak pidana ekonomi, ruang lingkup dari tindak pidana ekonomi terbatas pada perbuatan – perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh pasal 1 undang - undang  undang No. 1 Tahun 1961 yang dapat terbagi atas 3 macam:

1. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 1e
Undang – undang yang mengatur beberapa sektor di bidang ekonomi sebagai sumber hukum pidana ekonomi, menyatakan ketentuan pidana
a.       pelanggaran di bidang devisa
b.      pelanggaran terhadap prosedur impor, ekspor
c.       pelanggaran izin usaha
d.      pelanggaran pelayaran nahkoda
e.       pelanggaran ketentuan ekspor kapuk,
f.        pelanggaran ketentuan ekspor minyak,
g.       pelanggaran ketentuan ekspor ubi – ubian

2. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2 e.
Ditetapkan beberapa perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagai tindak pidana ekonomi: 
a.Pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan suatu ketentuan dalam undang – undang
b.Pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan:
1. Suatu hukuman tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c
2. Suatu tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8
3. Suatu peraturan termaksud dalam pasal 10
4. Suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan / t indakan tata tertib sementara seperti tersebut diatas.
c.Pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik bagian – bagian kekayaan untuk dihindarkan dari:
-  Tagihan – tagihan
- Pelaksanaan suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan undang – undang
-  Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 3e

3. Pelanggaran sesuatu ketentuan:
a. Dalam undang – undang lain
b. Berdasarkan undang – undang lain.
Perbuatan – perbuatan yang diuraikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam arti sempit penentuannya tergantung dalam arah politik pemerintah. Hal itu berarti bisa berubah – ubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, regional dan internasional sehingga wajar apabila peraturan – peraturan di bidang ekonomi sering berubah – ubah dan sulit untuk mengindenfikasikan peraturan – peraturan mana yang masih berlaku atau peraturan mana yang sudah tidak berlaku.








Pengertian Tindak Pidana Ekonomi secara luas
Tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan - ketentuan dari peraturan - perbuatan di bidang ekonomi. Pelanggaran diancam dgn hukuman yang tidak termuat dalam undang - undang darurat No. 7 Tahun 1955.
Dalam arti luas, TPE didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.

Istilah tindak pidana ekonomi yang telah dikenal dalam dunia hukum di Indonesia, apabila dilihat dan substansi Undang-Undang Drt no 7 tahun 1955 tampak lebih dekat atau dapat dimasukkan ke dalam istilah economic crimes dalam arti sempit. Hal ini disebabkan undang-undang tersebut secara substansil hanya memuat ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan (lihat UU Drt nomor 17 /1955); bahkan relevansi isi keternuan tersebut masih harus dipersoalkan terutama dalam konteks kegiatan ekonomi era menjelang akhir abad ke 20 ini dan beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya.
Sedangkan American Bar Association (di kutip dari Hagan, 1989:101) memberikan batasan mengenai economic crime: “any nonvio. Lent, illegal activity which principally involved deceit, m,isrepresentation, concealment, manipulation, breach of trust, subterfuge, or illegal circumvention” (setiap tindakan ilegal tanpa kekerasan, terutama menyangkut penipuan, perwakilan tidak sah, penimbunan, manipulasi, pelanggaran kontrak, tindakan curang).
Clarke (1990) telah mempergunakan istilah, Business Crimes. Kedalam istilah ini termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan dan terjadi di dalam kegiatan perdagangan, keuangan (termasuk kegiatan di dalam pasar bursa), perbankan dan kegiatan perpajakan. Bahkan tindak pidana yang berkaitan dengan masalah perburuhan dan tenaga kerja. Clarke (1990: 18 – 19) telah memperluas pengertian Business crime yaitu suatu kegiatan yang (selalu) memiliki konotasi legitimate business dan tidak identic sama sekali dengan kegiatan suatu sindikat kriminil. Dengan demikian Clarke membedakan secara tegas kegiatan yang termasuk business crime disatu pihak dengan kegiatan yang diakukan oleh suatu sindikat kriminil yang juga bergerak di dalam kegiatan pendagangan. Bahkan Clarke telah mengungkapkan dan menyebutkan dua wajah khas dan suatu business crime, yaitu: pertama, suatu keadaan legitimatif untuk melaksanakan kegiatannya yang bersifat eksploiatif, dan kedua, suatu akibat khas ialah, sifat kontestabiliti dan kegiatannya dalam arti kegiatan yang dipandang ilegal menurut undang-undang masih dapat “diperdebatkan” oleh para pelakunya.
Di dalam uraian tentang peristilahan di atas tampak masih ada perbedaan persepsi dan penamaan terhadap istilah economic crime. Untuk memperoleh gambaran yang akurat dan memadai ada baiknya kita melihat kembali kepada beberapa kriteria di bawah ini yang dapat membedakan satu tipe kejahatan dan tipe kejahatan lainnya.
Kriteria yang telah dipergunakan Clinard dan Quinney untuk membedakan tipe-tipe kejahatan ini, yaitu sebagal benikut:
1.      Legal Aspects Of Selected Offenses (aspek hukum dan tindak pidana tertentu);
2.      Criminal Careen Of The Offender (karir kriminil dari pelaku tindak pidana tertentu);
3.      Group Support Of Criminal Behavior (dukungan kelompok atas tindak pidana tertentu);
4.      Correspondence Between Criminal And Legitimate Behavior (keterkaitan antara tindak pidana tertentu dengan kegiatan yang legal);
5.      Societal Reaction And Legal Processing (reaksi sosial dan prosedur peradilan).
Sifat tindak pidana ekonomi berdasarkan penjelasan resmi undang- undang nomor 7/Drt/1955 sifat-sifat tindak pidana ekonomi yakni :
a.       Praktik Jahat Kalangan perdagangan, penjelasan resmi undang- undangnomor 7/Drt/1955, antara lain memuat dapat dipahami dengan pengetahuan bahwa kalangan perdagangan berupaya secara maksimal untuk memperoleh keuntungan (laba) sebesar-besarnya, kadang-kadang mereka lupa akanetika bahkan berupaya melanggar peraturan. Tanpa memperdulkankepentingan umum. Hal yang demikian wajar jika dikategorikan sebagai praktik yang jahat.
b.      Mengancam/Merugikan aspek, kepentingan umum, Pejelasan umumundang- undang nomor 7/Drt/1955 antara lain memuat: “mengancam dan merugikan kepentingan-kepentingan yang sangat gecomplceerd” Dalamkamus, gecompliceer adalah ruwet, kalut, rumit.
c.       Anggapan Bahwa mencari untung sebesarnya-besarnya merupakan kalkulasi perhitungan usaha, bukan suatu kejahatan.

B.     UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI.

a.       Unsur-Unsur tindak pidana ekonomi tidak bebeda dengan unsur-unsur tindak pidana pada umumnya yakni.
·        Unsur subyektif, yang terdiri dari sengaja atau culpa.
·        Unsur obyektif, yang terdiri dari perbuatan manusia, akibat perbuatan,melawan hukum, dan keadaan-keadaan.

b.      Berdasarkan unsur subyektif, tindak pidana ekonomi dibedakan yakni.
·        Jika dilakukan dengan sengaja, maka tindak pidana ekonomi tersebutdinyatakan sebagai kejahatan.
·        Jika dilakukan dengan tidak sengaja, maka tindak pidana ekonomitersebut termasuk pelanggaran.
c.       Membantu dan percobaa.Berdasakan pasal 4 undang- undang nomor 7/Drt/1955, membantudan percobaan melakkan tindak pidana ekonomi dapat dihukum sedang haltersebut pada tindak pidana umum tidak dapat dihukum.
d.      Wilayah tindak pidana ekonomi.Tindak pidana ekonomi yang dilakukan di Indonesia ataudilakukan di luar negeri, di belakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955.
Penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan umum sebagai berikut:
 Sebagai perluasan pasal 2 kitab “undang-undang hukum pidana maka perbuatan ikut serta yang dilakukan diluar negeri dapat dihukum pidana juga.”





C.     SUBJEK & SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN) TINDAK PIDANA EKONOMI
Subyek tindak pidana ekonomi.
a.      Orang/manusia(person).Berdasarkan pasal 3 undang- undang nomor 7/Drt/1955 yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
“Barang siapa turut serta melakukan undang-undang nomor 7/Drt/1955. . . . . . . “
b.      Badan hukum (a legal person).Berdasarkan pasal 15 ayat (1) yang berbunyi antara lain sebagi berikut :
“Jika . . . . . “
 Sanksi (ancaman hukuman) tindak pidana ekonomi.
a.      Hukuman Pokok “hukuman pokok sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat”.
Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UUno 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus mengalami perubahan sesuaidengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada
(a)    berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribudiubah menjadi satu juta dan pada
(b)   berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30 kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukumanmati atau 20 tahun penjara
Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: “menurut UU darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan ataudenda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksitersebut.
b.      Hukuman Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu :Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undangHukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;
·        Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di manatindak-pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satutahun.
·        Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak  berwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomiitu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnvadengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga lawan barang- barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan.
·        Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana tindak- pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-barangitu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barangatau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapihanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampasmenurut ketentuan tersebut sub c di atas.
·        Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapatdiberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun.

D.     KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA EKONOMI
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan tindak pidana di bidang Eonomi dengan memuaskan, begitu pula halnya di dalam upaya beberapa pakar untuk menjelaskan mengenai karakterstik maupun tipe-tipeeconomic crimes atau tindak pidana ekonomi.
Clarke (1990:32) dalam kaitan ini telah mempertegas kembali dan membenarkan kelemahan suatu tipologi sebagaimana telah diuraikan Clinard dan Quinney di atas.
Clarke antara lain menulis sebagai berikut:
It may seem tempting at this stage to set up a typofogy Cf business crime which does claim to be exhaustive and then provide illustration of each type. Such an approach has been attempted by some writers and is useful for presentational purpose, but no typology so farsuggested has proved definitive”.
Edmund W.Kitch (di dalam Ency.of Cr. & J; 1983: 671) telah mengemukakan ada tiga karakteristik atau features of economic crime yaitu sebagai berikut: pertama, pelaku menggunakan modus operandi yang sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses dalam bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara khusus dan aparatur penegak hukum pada umumnya.
Ketiga karakteristik tersebut di atas tidak berbeda dengan karakteristik umum yang telah dikemukakan oleh pakar-pakar kriminologi lainya (Clinard dan Yeager, 1980; Hagan, 1989; Van den Heuvel, 1992).
Karakteristik tindak pidana di bidang ekonomi yang lebih rinci dan mendalam telah dikemukakan oleh Clarke (1 990:20-31) yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)      Privacy
2)      lack of public Order Violation
3)      Internal Detection and Control
4)      The Limited Role of the Law
5)      The Ambiguity of Business Crime
6)      Business Offences as Politics
7)      Sanctions
8)      Consumerism and Business Accountability
9)      Private Interest versus the Public Good
Masing-masing karakteristik tersebut di atas telah dijelaskan secara gamblang oleh Clarke di dalam bukunya, Business Crimes, Its Nature and Control (1990). Hemat penulis, kesembilan ciri karakteristik inilah yang membedakan tindak pidana di bidang ekonomi dengan tindak pidana lainnya atau secara populer dikenal sebagai tindak pidana konvensional misalnya, pencurian, pencopetan, penipuan atau perampokan bank.
Penulis akan mulai dari karakteristik kesatu, privacy kemudian dikaitkan dengan ciri karakteristik lainnya. Karakteristik ini di dalam perkembangan dunia usaha di negara negara maju pada umumnya, terutama di Amerika Serikat merupakan karakteristik utama; karakteristik mana sesungguhnya mencerminkan semangat individualisme dan liberalisme.
Sedemikian tingginya dan mendarah dagingnya semangat ini dikalangan masyarakat pengusaha sehingga tampak bahwa kelompok masyarakat ini memiliki kekebalan (hukum) tertentu yang sulit disentuh sekalipun oleh tangan-tangan aparatur penegak hukum. Kekebalan (hukum) ini berasal dan hak pribadi atau the right to privacy yang dimiliki oleh setiap individu di dalam kehidupan masyarakat barat sejak mereka dilahirkan dan karena itu setiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan terjadi oleh dan di dalam dunia usaha tidaklah semudah itu diungkapkan sebagai suatu pelanggaran terhadap kepentingan umum (publik) [lack of public order violaton].
Dilain pihak suatu perusahaan memiliki organisasi dan di dalamnya sudah terdapat aparat pengawas (dewan komisaris) yang ditugasi mengadakan pengawasan dan monitoring terhadap setiap sepak terjang langkah direktur-direkturnya. Sehingga setiap kejadian yang berupa pelanggaran dalam dunia usaha pengendalian atau pengawasan hanya dapat dibakukan oleh dewan komisaris ini dan sudah barang tentu, dewan komisaris pada umumnya akan memilih sikap lebih banyak”membenarkan”tindakan para direktur perusahaan ybs daripada sikap yang sebaliknya (masalah internal detection and control).
Dengan contoh kasus ini maka jelas bahwa peranan hukum (the role of the law) dalam kaitan tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau direktur perusahaannya sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan sangat lemah. Hal ini juga bisa terjadi antara lain karena masih terdapat perbedaan persepsi di kalangan para ahli hukum yang menyangkut tindakan pengusaha/direktur atau suatu perusahaan yang melakukan pelanggaran atas suatu undang-undang (contoh, di bidang pajak, tenaga kerja, asuransi, dan di bidang keuangan, serta di bidang lingkungan hidup dan di bidang impor-ekspor).
Pada umumnya di negara-negara maju persepsi ini masih mendua, yaitu disatu pihak sering ditafsirkan pelanggaran tersebut merupakan masalah keperdataan (civil jurisdiction), menyangkut kepentingan pribadi perusahaan dan dilain pihak masih sering ditafsirkan sebagai masalah kriminil (criminal jurisdiction), menyangkut kepentingan publik.
Masalahnya akan bertambah rumit apabila kasus tindak pidana di bidang ekonomi oleh suatu perusahaan ini diangkat menjadi kasus yang berlatar belakang politik atau memiliki kaitan dengan dunia politik.
Uraian karakteristik ke 8 dan ke 9 (consumerism and business accountabihty dan private interest and the public good) lebih menitik beratkan pada masalah standardisasi kualitas hasil produksi yang secarà langsung berkaitan dengan perlindungan konsumen dan keterkaitan antara masalah etika dunia usaha atau “business ethics” dan kepentingan perolehan keuntungan.
Dalam konteks karakteristik kedelapan di atas, perkembangan dunia usaha di Indonesia sening dlanda masalah ini. Contoh kasus Mie Instant, produk makanan yang kadaluarsa terutama menjelang Hari Raya dan Hari Natal serta produk minyak goreng yang bertuliskan memiliki kadar kolestrol rendah atau dituliskan tidak mengandung kolestrol; terbukti telah merupakan suatu tindakan yang tidak melindungi konsumen bahkan merupakan pelanggaran yang juga memiliki aspek pidana, tidak hanya aspek keperdataan semata-mata.
Yayasan Perlindungan Konsumen yang kini bergerak di bidang penelitian produk-produk makanan dan minuman serta di bidang yang relevan merupakan sarana pengendalian informal (informal social control) yang penting bagi upaya peningkatan kualitas produksi disatu pihak dan peningkatan kualitas konsumsi di lain pihak. Sehingga dengan demikian pengusaha tidak selalu hanya mementingkan segi keuntungan semata-mata akan tetapi dengan sarana sedemikian mereka juga (dipaksa) meningkatkan mutu produksinya.
Karakteristik kesembilan menitik beratkan pada masalah etika dalam dunia usaha yang sering terlupakan oleh kalangan pengusaha. Hal ini pernah terjadi di Negara maju sekitar akhir abad ke 19 dimana telah terjadi suatu kesenjangan atau konflik antara kepentingan pribadi yang dikejar melalui lembaga dunia usaha dari segi pelayanan dan kalangan pengusaha yang mendahulukan kepentingan masyarakat, kejujuran dan pemerataan keadilan.
Jika konflik ini dibiarkan tidak diatasi dikhawatirkan (dan pernah terjadi di Amerika dan negara-negara di Eropa) terjadi kesenjangan yang semakin dalam antara golongan mampu dan golongan tidak mampu secara ekonormnis. Tuntutan atas pengurangan biaya produksi, ukuran efisiensi dan penghapusan limbah produksi merupakan ancaman idiologi bisnis terhadap sektor publik disatu pihak dan dilain pihak akan meningkatkan ukuran pola perilaku bisnis melalui peraturan perundang-undangan serta perdebatan umum untuk menciptakan suatu dunia usaha yang cocok dengan cita etika bisnis yang lebih memadai. Konstatasi Soemitro Djojohadikusumo dan Kwik Kian Gie sebagaimana telah diuraikan dimuka merupakan bukti bahwa masalah karakteristik dan economic crimes” ini telah terjadi di Indonesia.
Berkaitan erat dengan karakteristik terakhir, hemat penulis masih ada karakteristik lain yang berkembang dalam tindak pidana di bidang ekonomi pada era menjelang akhir abad ke 20 mi dan belum termonitor oleh pakar-pakar kniminologi sebelumnya. Karakteristik ini diketemukan ketika aparatur penegak hukum di negara maju, bertekad dan telah melaksanakan tindakan pencegahan dan penanggulangan atas tindak pidana ini. Dalam praktik ternyata cara-cara non-litigasi yang biasa dikenal dengan negosiasi ataucooperation (Braithwaite, 1936) telah mengalami perkembangan yang menyimpang dan tujuan semula dilakukannya upaya pengendalian.
Penyimpangan ini dikenal sebagai tndakan kolusi atau collussion (Van den Heuvel, 1992: 129); sehingga persoalannya bukanlah terletak pada kerjasama (cooperation) itu sendiri melainkan dewasa mi pada: bagaimana suatu “cooperation berubah atau bergeser menjadi suatu “collusion”. Bahkan menurut Van den Heuvel, yang (bersifat) kriminal itu bukanlah organisasi atau industrinya melainkan (menurut istilah ybs), “the interplay between public and private enterprises that can be criminogenic, with share responsibility”.
Dengan demikian, hemat penulis karakteristik menonjol dan tindak pidana di bidang ekonomi dewasa mi pada umumnya terkait unsur kolusi: suatu proses kerjasama timbal balik antara aparat birokrasi dengan aktor ekonomi yang memiliki tanggung jawab bersama (renteng) atas kerugian-kerugian (moril atau materil) yang telah diderita pihak ketiga atau pemerintah sebagai akibat tindakan kedua belah pihak tersebut.

E.     TIPE-TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI
Berbicara mengenai tipe tindak pidana di bidang ekonorni sama sulitnya dengan membicarakan masalah definisi tentang tindak pidana di bidang ekonomi. Sebagaimana telah diuraikan dimuka, penulis telah mengemukakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi dan tindak pidana di bidang ekonomi; sehingga sebagai konsekwensi logis dan perbedaan tersebut lahirlah tipe-tipe tindak pidana tertentu yang berkaitan dengan ekonomi (dalam arti luas).
Menunut Ensiklopedi, Crime and Justice (1983) dibedakan tiga tipe tindak pidana di bidang ekonomi (economic crime), yaitu: property crimes; regulatory crimes, dan tax crimes.
Property crimes sebagai salah satu tipe tindak pidana di bidang ekonomi memiliki pengertian lebih luas dan pada sekedar hanya tindak pidana pencurian vide pasal 362 KUHP. Property crimes ini meliputi objek yang dikuasai individu (peroragan) dan juga yang dikuasai oleh negara. Perluasan ini telah dianut di dalam Model Penal Code [MPCJ (pasal 233) Amerika Serikat sebagaimana disarankan oleh the American Law Institute, yang disebut, ‘integraed theft offense’Integrated theft offense ini kemudian diperkuat oeh pasal 224 MPC sehingga meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.      Tindakan pemalsuan (untuk segala objek) [forgery];
2.      Tindakan penipuan yang merusak (the fraudulent destruction);
3.      Tindakan memindahkan atau menyembunyikan instrument yang tercatat atau dokumentasi (removal or concealment of recordable instwment)
4.      Tindakan mengeluarkan cek kcsong (passing bad checks);
5.      Menggunakan kartu kredit (credit card) yang diperoleh dari pencuran dan kartu kredit yang ditangguhkan;
6.      Praktik usaha curang (deceptive business practices);
7.      Tindakan penyuapan dalam kegiatan usaha (comensial bribery);
8.      Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the rigging of contest);
9.      Tindakan penipuan terhadap kreditur beritikad baik;
10.  Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan;
11.  Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit;
12.  Penyalahgunaan dari asset yang dikuasakan;
13.  Melindungi dokumen dengan cara curang dan tindakan penyitaan.
Regulatory crimes adalah setiap tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah yang berkaitan clengan usaha di bidang perdagangan atau pelanggaran atas ketentuan-ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha. Termasuk kedalam regulatory crimes ini pelanggaran atas larangan perdagangan marjuana ilegal atau penyelenggaraan pelacuran atau peraturan tentarig lisensi; pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dan aktivitas usaha di bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di dalam dunia usaha senta kegiatan usaha berlatar belakang politik.
Tax crimes adalah tindakan yang melanggar ketentuan mengenai pertanggungjawaban di bidang pajak dan persyaratan yang telah di atur di dalam undang-undang pajak. Selain ketiga tipe tindak pidana di bidang ekonomi atau economic crimes sebagaimana telah diberlakukan di dalam sistem hukum pidana di Amerika Serikat khususnya di dalam model penal code.

F.      TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN PEREKONOMIAN SECARA UMUM DAN BERSIFAT MERUGIKAN NEGARA

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa di dalam tulisan ini penulis akan memaparkan tindak pidana-tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan merugikan negara, hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Tindak Pidana Korupsi
               Dalam perkembangannya terlahir aturan yang merupakan tindak pidana khusus yaitu UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini dalam pasal 1 secara jelas mengemukakan bahwa korupsi merupakan perbuatan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam pasal tersebut sangat jelas bahwa yang diatur merupakan bertalian dengan perekonomian negara. Dengan keberlakuan aturan Ini berarti ketentuan dalam pasal 3e dari UU No.7 /1955 “aktif” dengan sendirinya. Pasal 3e sebenarnya merupakan pasal yang begitu fleksibel guna mencegah tubrukan dengan aturan yang akan lahir kemudian dan tentunya sesuai dengan zamannya. Aturan-aturan yang lahir kemudian merupakan aturan yang lahir guna mencegah kekosongan hukum olehnya dalam kaitan dengan UU No.7/1955 aturan pasal 3e juga merupakanblanco strafbepalingen.
Undang-undang No 3/1971 telah diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999. Maksud dari dibentuknya UU. No. 31/1999 adalah; bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi; Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Dalam perubahannya (UU No.20/2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999) dikatakan bahwa tindak pidana korupsi merugikan negara atau perekonomian dan menghambat pembangunan nasional. Kemudian istilah kerugian tersebut diperluas dengan melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
b.      Tidak Pidana Perpajakan
             Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana perpajakan. Hal itu dikarenakan oleh karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran, yang dampaknya akan memengaruhi perekonomian secara umum, terutama sektor publik, sehingga memengaruhi setiap aspek kehidupan ekonomi. Bidang pajak lebih ditekankan kepada pengeluaran pembiayaan oleh negara, dan pemenuhannya dikaitkan dengan kebijakan fiskal pemerintah. Penerimaan dari perpajakan memiliki dua tujuan. Pertama untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan, dan yang kedua adalah untuk membentuk adanya surplus anggaran dan penggunaannya untuk melunasi utang-utang negara yang terjadi sebelumnya atau defisit anggaran karena pinjaman. Dengan demikian peran pajak sangat strategis.
sebagai pelanggaran maupun tindak pidana di bidang perpajakan, sudah diatur di dalam Undang-undang perpajakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengatur tindak pidana perpajakan di bidang perpajakan meliputi perbuatan:
·        Yang dilakukan oleh seseorang atau oleh Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
·        Tidak memenuhi rumusan undang-undang;
·        Diancam dengan sanksi pidana;
·        Melawan hukum;
·        Dilakukan di bidang perpajakan;
·        Dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara.
Aturan pajak mempunyai delik sendiri yang merupakan lex specialis dari aturan yang bersifat umum yakni tindak pidana korupsi.
c.       Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
              Tindak pidana berikut yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tindak pidana ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Dalam pasal 3 huruf (a) disebutkan bahwa tujuan diadakannya undang-undang tesebut guna menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Olehnya pelanggaran atas Undang-Undang ini dapat menjadikan efisiensi perekonomian nasional menurun dan hal itu berimbas pada tidak dapat terlaksananya program peningkatan kesejahteraan masyarakat oleh negara.
d.      Tindak Pidana Pencucian Uang
             Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana pencucian uang. Regulasinya terdapat dalam UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Perbuatan pencucian uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah uang hasil kejahatan sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan. Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan sehingga tidak tercium oleh para aparat, dan hasil kejahatan tersebut dapat digunakan dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
            Alasan sehingga perbuatan pencucian uang ini termasuk kedalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah oleh sebab pencucian uang ini mempunyai pengaruh buruk yang amat besar, seperti instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem perekonomian negara dan bahkan dunia secara umum karena aktivitas pencucian uang sebagai kejahatan transnasional yang modusnya banyak melintasi batas-batas negara. Hasil penelitian Castle dan Lee menunjukan bahwa kejahatan money laundring dapat menyebabkan hilangnya pendapatan negara dan tidak layaknya pendistribusian beban pajak. Sementara komisi hukum nasional mengemukakan bahwa praktik pencucian uang bisa menciptakan kondisi persaingan usaha yang tidak jujur, perkembangan praktek pencucian uang juga akan berimbas  kepada lemahnya sistem finansial masyarakat pada umumnya. Angka-angka yang menunjukkan indikator ekonomi secara makro menjadi turun tingkat efektifitasannya karena semakin banyaknya uang yang berjalan di luar kendali sistem perekonomian pada umumnya. Menurut John McDowel dan Gary Novis pencucian uang dapat merongrong integritas pasar-pasar keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan pada dana hasil kejahatan akan dapat menghadapi bahaya likuiditas. Kegiatan pencucian uang juga dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.
            Dalam pasal 2 disebutkan hal-hal yang merupakan hasil tindak pidana dari tindak pidana yang diantaranya adalah korupsi dan perpajakan. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan adalah kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara.

e.      Pelanggaran Haki
            Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara adalah pelanggaran HaKI. Definisi HaKI adalahhak eksklusif yang diberikan Pemerintahan kepada penemu, pencipta dan/atau pendesain atas hasil karya cipta dan karsa yang dihasilkannya. Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk memperbanyak karya cipta dalam jangka waktu tertentu, baik dilaksanakan sendiri atau dilisensikan.
            Tergolongnya pelanggaran HaKI ke dalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara (mengingat aspek keperdataan HaKI yang sangat kental) disebabkan oleh karena secara global HaKI dihormati dan dilindungi. Hal tersebuut tercermin dari lahirnya sebuah kesepakatan internasional di Maroko melalui Agreement on Establishing the World Trade Organization (WTO) yang dikenal sebagai Marrakesh Agreement. Adanya kesepakatan yang akhirnya melahirkan organisasi perdagangan dunia (WTO) ini, maka produk dari setiap orang atau negara diatur melalui mekanisme pasar yang mengutamakan kualitas barang dan atau jasa. Produk tersebut biasanya dilindungi hukum sebagai hasil rasa, karsa dan cipta manusia yang tidak bisa begitu saja untuk dilanggar.
            Dalam pergaulan masyarakat internasional, negara-negara yang memproteksi atau membiarkan pelanggaran hak cipta tanpa adanya penindakan hukum dapat dimasukkan dalam priority watch list, karena tidak memberikan perlindungan HaKI secara memadai bagi negara atau pemilik/pemegang izin ciptaan tersebut. Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pengucilan dalam pergaulan masyarakat internasional atau sanksi ekonomi dari produk negara itu pada transaksi bisnis internasional.
            Setelah indonesia meratifikiasi kesepakatan internasional ini maka lahirlah perlindungan hukum atas HaKi di Indonesia ditandai dengan diundangkannya UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
            Terdapat beberapa kejahatan di bidang HaKI yang hasil kejahatannya masuk dalam kategori pengaturan tindak pidana pencucian uang, seperti yang disebutkan dalam pasal 1 huruf (y) bahwa yang termasuk ka dalam harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana selain yang disebutkan dari huruf a sampai x juga termasuk tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Sehubungan dengan itu jika kita melihat hukuman yang diancamkan pada UU HaKI berkisar antara 4 (empat) sampai 7 (tujuh) tahun (UU 19/2002 tentang Hak Cipta mengancamkan 7 tahun, UU No.14/2001 tantang Paten mengancamkan 4 tahun, UU 15 /2001 tentang Merk mengancamkan 5 tahun), olehnya harta kekayaan yang diperoleh dari pelanggaran HaKI termasuk juga ke dalam kategori pengaturan UU Pencucian Uang.

f.        Tindak Pidana Perbankan
            Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh bank yang mana tindak pidana ini diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan larangan dan keharusan.
            Tindak pidana perbankan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Ketentuan pidana dalam UU ini diatur di dalam pasal 46, 47, 47a, dan 48.Alasan sehingga tindak pidana ini digolongkan ke dalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah bahwa melihat imbas dari pelanggaran sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan pidana maka akan berdampak kepada dimensi korban yang luas yakni masyarakat dan negara juga menyerang secara langsung sistem ekonomi yang dianut suatu bangsa, serta akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kapada perbankan dan kehidupan bisnis.


Tindak pidana di bidang perbankan merupakan White Collar Crime. White Collar Crime dikelompokkan dalam:
1.      Kejahatan yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan pekerjaannya
2.      Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak warga negara. 
Tindak pidana di bidang perbankan dibagi dalam 2 kelompok tindak pidana, pembagian tersebut didasarkan pada perbedaan perlakuan peraturan terhadap perbuatan - perbuatan yang telah melanggar hukum yang sehubungan dengan kejadian kegiatan yang menjalankan usaha bank: 
a. Tindak pidana perbankan yang terdiri atas perbuatan – perbuatan terhadap ketentuan Undang – Undang  14 Tahun 1967 tentang pokok perbankan,  pelanggaran mana yang dilarang, diancam  dengan undang – undang itu.  Jenis tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan  yang melanggar ketentuan dalam undang – undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok perbankan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam undang – undang: 
(1)  Tindak pidana yang menyangkut izin usaha diatur dalam pasal 38
(2) Tindak pidana yang menyangkut larangan dan kewajiban pemberian keterangan mengenai keadaan keuangan nasabah diatur dalam pasal 39, 32, 37
dihukum dengan sanksi administratif pasal 40
Hal ini seperti yang tercamtum dalam Undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 menjelaskan barang siapa:
(a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan bank
(b) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, ataupun dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
(c) Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, ataupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
(d) Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atu dalam laporan ataupun dokumen atau laporan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mngaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.
Anatomi criminal banking ini biasanya yang paling populer adalah money laundering (Pencucian Uang) dan window dressing  atau dalam undang – undang perbankan sendiri telah ditentukan misalnya melakukan kegiatan perbankan tanpa ijin, berhubungan dengan rahasia bank, kewajiban memberi keterangan kepada bank indonesia, dan memberikan keterangan yang tidak benar.
b. Tindak pidana di bidang perbankan lainnya yang terdiri atas perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok bank, terhadap perbuatan mana yang dapat diberlakukan peraturan - peraturan  Pidana di luar undang – undang No. 14 Tahun 1967:
- KUHP
- Undang - undang No. 3 Tahun 1971
- Undang – undang No. 11 PNPS Tahun 1963
- UU no. 32 Th 1964 tentang lalu lintas devisa. 
Tindak pidana di luar undang – undang No. 14 Tahun 1967:
a. kejahatan di bidang lalu lintas pembayaran giral dan peredaran uang
pemalsuan warkat bank KUHPidana pasal 263 ayat 1, 264 ayat 1,
pemalsuan alat lalu lintas pembayaran giral,  seperti cek, wesel, giro bilyet dan warkat bank dilakukan dengan cara: 
- Surat perintah pemindah bukuan
-Surat perintah pembayaran
-Surat pemindah bukuan
- Pemalsuan surat lain
- Pemalsuan dokumen impot dan ekspor
- Pemalsuan bank garansi
b. Tindak Pidana Perkreditan
KUHPidana pasal 378 mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan menggunakan berbagai jenis surat surat bukti yang diwajibkan dalam petmintaan kredit yang sedang / telah diajukan dalam bentuk surat / sertifikat namun ternyata di palsukan, sertifikat tanah palsu, sertifikat tanah atas nama orang lain tanpa izin, bpkb palsu, surat berharga lainnya yang dipalsukan.
g.      Penyelundupan (smuggling)
Penyelundupan diartikan pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang-barang terlarang. Dalam keppres Nomor 73 Tahun 1967 Tanggal 27 Mei 1967 yang mengatakan :
“Perbuatan penyelundupan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia (impor).”
Andi Hamzah mengemukakan bahwa: “Tindak pidana penyelundupan ialah semua perbuatan yang melanggar ordonansi bea dan diancam pidana”.
Pada umumnya perbuatan penyelundupan dapat berbentuk fisik atau administratif. Perbuatan penyelendupan berbentuk fisik seperti, tidak mempergunakan dokumen yang meliputi barangnya, bertujuan menghindarkan diri dari segala kewajiban – kewajiban ataupun larangan ditetapkan dalam OB serta reglement – reglement lampirannya dan peraturan – peraturan sebagai peraturan pelaksana dari OB serta reglement – reglement lampirannya. Dalam bidang impor dan ekspor perbuatannya dilakukan diluar pelabuhan dimana tidak ada petugas BEA CUKAI. Contoh: pemasukan / pengeluaran barang di tempat – tempat / pantai di Indonesia dengan tanpa dokumen yang melindungi.
Perbuatan penyelundupan berbentuk administratif seperti perbuatan yang dilakukan seakan – akan barang dilindungi dokumen, namun ternyata dokumen tersebut tidak sesuai dengan barangnya.
Dalam memberi hal ini pemerintah memberi wewenang kepada jaksa untuk melakukan pengusutan dan pemeriksan perkara penyeludupan terhadap warga sipil atau angkatan bersenjata yang diduga melakukan perbuatan tersebut. Penutupan / penyelesaian hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari presiden.
h.      Tindak Pidana Di Bidang Perniagaan (Commercial Crimes),
Kejahatan di bidang perniagaan sering bergandengan dengan kejahatan lain seperti kejahatan terorganisasikan. Kerugian yang ditimbulkan juga kadang sangat besar dan sulit dilacak karena kecanggihan dan biasanya bersifat transnasional. Kebutuhan akan penanaman modal negara – negara itu menjadi peluang baik bagi pencurian uang dalam bentuk penanaman modal yang sesungguhnya berasal dari uang hasil kejahatan misalnya penjualan obat.
Dalam semua kejahatan yang bersifat transnasional ini diperlukan adanya kerjasama antar negara baik dalam bentuk penyidikan bersama maupun bentuk ekstradisi para penjahatnya ia memerlukan keahlian khusus bagi para penegak hukum baik dalam arti hukumnya maupun tekniknya.
i.        Kejahatan Computer (Computer Crime),
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa :
“Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”
Data adalah fakta atau informasi yang khususnya telah diberikan melalui komputer. Sedangkan dunia cyberadalah adalah dunia maya yang tercipta dalam hubungan jaringan antar komputer yang sekarang ini lebih kerap dijumpai dalam internet.
Dalam pasal 3 UU No. 11 Tahun 2008 Asas – asas ITE, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
j.        Tindak Pidana Lingkungan Hidup (Environmental Crime)
Tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut UU No. 32 Tahun 2009, pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup yang lain.  25
Pada ketentuan pasal UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatur kewajiban bagi setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting untuk melengkapi diri dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Ketentuan pasal 69 ayat (1) UU NO. 32 Tahun 2009 menegaskan larangan setiap orang untuk tidak:
a)      Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
b)      Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c)       Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup NKRI
d)      Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI
e)      Membuang limbah ke media lingkungan hidup
f)        Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup
g)      Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang – undangan lingkungan.
Ketentuan pidana lingkungan hidup ini diatur pada pasal 98 sampai pasal 119 UU No. 32 Tahun 2009.
k.      Tindak Pidana Di Bidang Kekayaan Intelektual,
Pengaturan atas tindak pidana HAKI tercantum pada 3 undang – undang, yaitu:
  1. Undang – undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  2. Undang – undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
  3. Undang – undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

l.          Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah masa kerja. Definisi tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memnuhin kebutuhan sehari – hari maupun untuk masyarakat.
Penegakan hukum atas ketentuan pidana di bidang ketenagakerjaan ditandai oleh sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana di bidang ketenagakerjaan berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.






G.     TINDAK PIDANA EKONOMI DI LUAR UU NO. 7/DRT/TAHUN 1955 DAN TINDAK PIDANA PERBANKAN DI LUAR UU NO.7 TAHUN 1992
1. U m u m
Dengan terpuruknya perekonomian Indonesia setelah didera krisis monoter yang menurut para ahli merupakan dampak dari bobroknya sistem dan mekanisme perbankan serta perekonomian di negeri kita, telah membuat sebagian kalangan terpaksa menoleh untuk memperoleh alternatif pemecahan keluar dari kondisi yang tidak menguntungkan ini.
Salah satu aspek yang menjadi harapan untuk mendukung upaya pemulihan kondisi ini, adalah penegakan hukum yang akan diemban oleh para penegak hukum. Sehingga sangatlah penting untuk mendalami peraturan perundang- undangan mengenai permasalahan perbankan dan tindak pidana ekonomi lainnya.
Selain aspek penguasaan perundang-undangan itu sebagai gambaran profesionalisme dalam bekerja, dukungan masyarakat serta mentalitas personil penyidik Polri yang sehatlah yang merupakan senjata utama untuk mewujudkan Polri mandiri dalam pelaksanaan penyidikan yang tidak mungkin dapat diintervensi oleh kalangan lainnya. Karena betapapun banyaknya dan baiknya undang-undang yang dibuat kalau pelaksananya tidak benar tetap akan menjadi sia-sia belaka seperti yang dikatakan oleh pepatah bahwa kesemuanya tergantung pada “The man behind the gun”
2. Tindak Pidana Ekonomi
Tindak pidana ekonomi adalah pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dihimpun atau ditunjuk secara limitatif oleh Undang-undang No. 7 / Drt / 1955 tentang pengusutan dan peradilan tindak pidana ekonomi.
Ada beberapa jenis TPE yang diatur dalam Undang-undang No. 7 / Drt / 1955 yaitu yang berdasarkan pasal 1 sub1e,pasal 1 sub 2e dan pasal 1 sub 3e dan yang diatur di luar Undang-undang No. 7 / Drt /1955.
TPE yang diatur di luar dari Undang-undang No. 7 / Drt / 1955, antara lain:
a)      Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang Peratuaran Lalu lintas Devisa.
b)      Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Perpajakan.
c)      Undang-undang No. 19 tahun 1992 tentang Hak atas Kekayaan Intelektual-Merk.
d)      Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha tidak sehat.
e)      Undang-undang No. 11 tahun 1965 tentang Pergudangan.
f)        Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
g)      Undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang Peridustrian.
h)      Undang-undang No.4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya cetak dan Karya rekam.
i)        Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
j)        Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
k)      Undang-undang No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.
l)        Undang-undang No. 13 tahun 1997 tentang Paten.
m)    Undang-undang No32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komuditi.
3. Tindak Pidana Perbankan
Tindak pidana perbankan adalah pelanggaran suatu ketentuan dalam bidang perbankan sebagaimana yang telah diatur dalam perturan perbankan atau dalam peraturan perundang-undang lainnya yang ditunjuk untuk itu.
Selain yang diatur dalam undang-undang perbankan( Undang-undang No. 7 tahun 1992 dan Undang-undang No. 10 tahun 1998), tindak pidana yang berhubungan dengan masalah perbankan dapat ditemukan pada KUHP antara lain :
a. Tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP yang menyangkut pemalsuan surat-surat / warkat bank dan dokumen lainnya.
b. Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP.
c. Tindak pidana penggandaan danpemalsuan anggunan kredit sebagaimana diatur dalam pasal 385 KUHP.
d. Tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 374 dan 415 KUHP.
e. Tindak pidana persaingan curang sebagaimana diatur dalam pasal 382 bis dan 390 KUHP.
Beberapa faktor yang dindikasikan menyebabkan terjadinya TP Perbankan antara lain adalah masih ditemukannya banyak celah dalam peraturan perbankan yang menyebabkan para penjahat kerah putih ini dapat memanfaatkannya. Lemahnya pengawasan dari BI selaku otoritas pengawas perbankan juga amat berperan selain faktor intern lain yang merupakan kendala dari bank tersebut.

















BAB III
PENUTUP

A.     SIMPULAN
Dari hasil pembahasa di atas, maka penulis dapat memberikan simpulan sebagai berikut:
  1. Ada dua istilah dalam pengertian tindak pidana dalam bidang ekonomi yaitueconomic crimes, dan istilah economic criminality. Istilah pertama menunjuk kepada kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas). Istilah kedua menunjuk kepada kejahatan konvesional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis misalnya pencurian, perampokan, pencopetan, pemalsuan atau penipuan.
  2. Ada tiga karakteristik atau features of economic crime yaitu sebagai berikut:pertama, pelaku menggunakan modus operandi yang sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses dalam bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara khusus dan aparatur penegak hukum pada umumnya
  3. Ada tiga tipe tindak pidana di bidang ekonomi (economic crime), yaitu : property crimes; regulatory crimes, dan tax crimes.
  4. UU No. 3 Tahun 1971 yang telah diganti dengan UU no 31 Tahun 1999 dan dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi
  5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 3.    Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
  6.  UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
  7.  UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
  8. UU HaKI (UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu) Aturan-aturan tersebut dirasakan perlu diadakan sebagai jawaban atas perkembangan zaman dan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional yang senantiasa akan memengaruhi perekonomian umum.
B.     SARAN

Aturan-aturan tersebut dirasakan perlu diadakan sebagai jawaban atas perkembangan zaman dan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional yang senantiasaakan memengaruhi perekonomian umum.

DAFTAR PUSTAKA

·     http://www.scribd.com/doc/170068262/TINDAK-PIDANA-EKONOMI#scribd
·     http://forester-untad.blogspot.com/2012/11/makalah-hukum-pidana-ekonomi.html
·     http://repo.unsrat.ac.id/79/1/KEBIJAKAN_PERLINDUNGAN_KORBAN_KEJAHATAN_EKONOMI_DI_BID.__(1).pdf
·     https://krisnaptik.wordpress.com/tag/tindak-pidana-ekonomi/
·     https://qolbi.wordpress.com/2012/07/31/tindak-pidana-dibidang-ekonomi-suatu-tinjauan-kriminologi/
·     http://penerjemah-mr-rujito1.blogspot.com/2012/02/makalah-hukum-pidana-ekonomi.html
·     http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/11/tindak-pidana-ekonomi-arti-sempit-arti.html

·        http://belajarberbagi-bersamaberbagi.blogspot.com/2012/10/pengertian-tindak-pidana-ekonomi.html

2 komentar: