Mp3

Senin, 16 Mei 2016

PERUBAHAN AKUNTANSI DAN KOREKSI KESALAHAN

PERUBAHAN AKUNTANSI DAN KOREKSI  KESALAHAN




IASB telah menetapkan kerangka kerja pelaporan yang mencakup tiga jenis perubahan akuntansi. Tiga jenis perubahan akuntansi adalah :
1.      Perubahan Prinsip Akuntansi. Prubahan dari satu prinsip akuntansi yang berlaku umum ke prinsip akuntansi yang berlaku umum lainnya. Sebagai contoh, perunahan metode penilaian persediaan dari LIFO menjadi biaya rata-rata.
2.      Perubahan Estimasi Akuntansi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari informasi baru atau diperolehnya pengalaman tambahan. Contohnya adalah perubahan estimasi umur manfaat aktiva yang dapat disusutkan
3.      Perubahan Entistas Pelaporan. Perubahan dari pelaporan sebagai satu jenis entitas ke jenis entitas lainnya. Sebagai contoh, perubahan anak perusahaan spesifik dalam satu kelompok perusahaan di mana laporan keuangan konsolidasi disusun.

Kategori keempat membutuhkan perubahan akuntansi, walaupun hal ini tidak diklasifikasikan sebagai perubahan akuntansi :
4.      Kesalahan-Kesalahan dalam Laporan Keuangan. Kesalahan yang terjadi sebagai akibat dari kesalahan matematis, keslahaan penerapan prinsip akuntansi, atau kelalaian atau penyalahgunaan fakta yang ada pada saat laporan keuangan disusun. Contohnya adalah penerapan metode persediaan eceran yang tidak tepat dalam menentukan persediaan akhir

PERUBAHAN PRINSIP AKUNTANSI

Perubahan prinsip akuntansi melibatkan perubahan dari satu prinsip ekonomi yang berlaku umum ke yang lainnya. Pengujian yang seksama harus dilaksanakan dalam setiap situasi ini untuk memastikan bahwa perubahan prinsip memang telah terjadi. Akhrinya, jika prinsip akuntansi yang sebelumnya diikuti tidak dapat diterima atau jika prinsip itu diterapkan secara tidak benar, maka perubahan ke prinsip akuntansi yang berlaku umum dianggap sebagai koreksi kesalahan Perpindahan dari akuntansi dasar kas atau pajak penghasilan ke dasar akrual dianggap juga sebagai koreksi kesalahan.
Tiga oendekatan berikut telah disarankan untuk melaporkan perubahan prinsip akuntans :
1.      Pelaporan Perubahan pada Periode Berjalan. Pengaruh kumulatif adalah perbedaan  laba tahun sebelumnya antara metide baru dan metode lama. Penyesuaian ini kemudian dilaporkan hanya dalam laporan laba rugi tahun berjalan. Perusahan tidak mengubah laporan keuangan tahun sebelumnya.
2.      Pelaporan Perubahan Secara Retrospektif. Penyesuaian Retrospektif atas laporan keuangan akan menyusun kembali laporan keuangan tahun sebelumnya atas dasar yang konsisten dengan prinsip yang baru ditetapkan. Perusahaan menyajikan pengaruh kumulatif dari perubahan sebagai penyesuaian atas laba ditahan awal tahun paling awal yang disajikan dalam laporannya.
3.      Pelaporan Perubahan secara Prospektif (di masa depan). Pada pendekatan ini, hasil yang telah dilaporkan sebelumnya biasanya tidak diubah. Saldo awal tidak perlu disesuaikan. Pendukung pendekatan ini berargumen bahwa seteah manajemen menyajikan laporan  keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang dapat diterima, maka laporan tersebut sudah final, manajemen tidak dapat mengubah peirode sebelumnya dengan menerapkan prinsip baru.

Pendekatan Perubahan Akuntansi Retrospektif
Ketika perushaan mengubah satu prinsip akuntansi, perubahan tersebut sebaiknya dilaporkan dengan aplikasi retrospektif. Secara umum, perusahaan tersebut harus melakukan hal-hal berikut ini :
1.      Perusahaan mengoreksi laporan keuangannya pada setiap periode yang tercakup. Maka, informasi laporan keuangan terkait periode terdahulu akan berdasar pada prinsip akuntansi yang baru
2.      Perusahaan mengoreksi nilai pindah buku atas aktiva kewajiban terhitung awal tahun petama yang menckup dalam laporan. Maka, akun-akun tersebut mencerminkan pengaruh kumulaitf pada periode-periode terdahulu akibat perubahan pada periode-periode yang lebih baru. Perusahan juga melakukan koreksi pengimbang (offset) terhadap neraca pembukuan atas akun laba ditahan atau kompnen relevan lainnya dalam ekuitas pemegang saham atau akiva bersih terhitng awal tahun pertama yang tercantum dalam  laporan.
Melaporkan Perubaahan Prinsip Akuntansi
Pengungkapan perubahan akuntansi sangatlah penting. Para pemakai laporan keuangan menginginkan informasi konsisten dari satu periode ke periode berikutnya. Konsisten seperti ini menjamin manfaat laporan keuangan. Persyaratan pengungkapan utama disajikan berikut ini :
1.      Sifat dan alasan perubahan prinsip akuntansi tersebut. Bagian ini harus menyerahkan penjelasan mengenai kelebihan prinsip akuntansi baru tersebut.
2.      Metode penerapan perubahan tersebut, dan :
·         Deskripsi, informasi periode terdahulu yang telah dikoreksi secara retrospektif
·         Pengaruh perubahan tersebut terhadap laba operasi yang berlanjut, laba bersih setiap item dalam satu bagian yang ikut berpengaruh dan setiap nlai per saham yangvterpengaruh dalam  periode berajalan dan salam stiap periode terdahulu yang terkoreksi secara retrospektif
·         Pengaruh kumulatif perubahan terhadap laba ditahan atau komponen ekuitas atau aktiva bersih dalam laporan posisi keuangan tehitung periode paling terdahulu yang tercatat didalamnya.

Penyesuaian Laba Ditahan
Salah satu syarat pengungkapan adalah penyajian pengaruh kumulatif dari perubahan akuntansi terhadap nilai laba ditahan terhitung awal periode paling terdahulu yang termasuk dalam laporan.

Pengaruh Langsung
IASB berketetapan bahwa perusahaan harus menetapkan pengaruh langsung perubahan prinsip akuntansi secara retrospektif. Contohnya, pengaruh langsung berupa koreksi neraca persediaan akibat perubahan metode penilaian persediaan.

Pengaruh Tidak Langsung
Selain pengaruh langsung, perusahaan juga dapat mengakami pengaruh tidak langsung terkait perubaha prinsip akuntansi. Pengaruh tidak langsung adalah semua perubahan atas arus kas erusahaan pada periode berjalan atau masa depan yang disebabkan oleh perubehan prinsip akuntansi yang diterapkan secara retrospektif. Contohnya, pengaruh tidak langsung berupa perubahan pembagian laba atau pembayaran royalty yang bergantung pada nilai dalam laporan seperti pendapatan atau laba bersih. Pengaruh tidak langsung tidak mengubah nilai-nilai dalam laporan pada periode terdahulu.

Ketidakpraktisan
Penerapan retrospektif dianggap tidak praktis jika perusahaan tidak dapat menentukan pengarub periode terdahulu bahkan setelah mengusahakan semua cara yang masuk akal. Perusahan tidak boleh memakai penerapan retrospektif bila memenuhi salah satu kondisi berikut ini :
1.      Perusahaan tidak dapat menentukan pengaruh penerapan retrospektif
2.      Penerapan retrospektif memerlukan penetapan asumsi-asumsi mengenai rencana kerja pihak manajemen pada perode terdahulu
3.      Penerapan retrospektif memerlukan estimasi-estimasi signifikan terkait periode terdahulu dan perusahaan tidak dapat secara objektif mengesahkan informasi yang diperlukan dalam menetapkan estimasi-estimasi tersebut

PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI

Penyusunan laporan keuangan memerlukan estimasi dampak dari kondisi-kondisi dan peristiwa di masa dtang. Berikut ini adalah contoh pos-pos yang memerlukan estimasi
·         Piutang tak tertagih
·         Keusangan Persediaan
·         Umur manfaat dan nilai sisa aktiva
·         Periode yang menerima manfaat dari biaya yang ditangguhkan
·         Kewajiban untuk biaya garansi dan pajak penghasilan
·         Cadangan mineral yang dapat dipulihkan kembali
·         Perubahan metode penyusutan
Perubahan estimasi harus ditangani secara propektif. Yaitu, tidak ada perubahanyang harus dibuat dalam hasil yang dilaporkan sebelumnya. Jadi, pengaruh dari semua perubahan estimasi diperhitungkan pada  (1) periode perubahan jka perubahan itu hanya mempengaruhi periode bersangkutan atau  (2) perubahan periode dan periode di masa datang jika perubahan  tersebut mempengaruhi keduanya. Akibatnya perubahan estimasi dipandang sebagai koreksi atau penyesuaian normal yang berulang, hasil alami dari proses akuntansi dan perlakuan retrospektif dilarang.
Contoh terkait perubahan estimasi yang dipengaruhi oleh perubaha prinsip akuntansi berupa perubahan metode penyusutan (berikut amortisasi dan deplesi). Karena perusahaan mengubah metode penyusutan betrdasarkan perubahan estimasi laba masa depan aktiva berumur panjang, tidaklah mungkin memisahkan pengaruh perubahan prinsip akuntansi dari perubahan estimasi tersebut. Kesimpulannya perusahaan memperhitungkan perubahan metode penyusutan sebagai perubahan estimasi yang dipengaruhi oleh perubahan prinsip akuntasi.

PELAPORAN PERUBAHAN DALAM ENTITAS

Suatu perubahan akuntansi yang terjadi pada laporan keuangan yang sebenarnya merupakan laporan dari entitas berbeda harus dilaporkan dengan menyatakan kembali laporan keuangan yang disajikan selama periode sebelumnya, guna menunjukkan informasi keuangan bagi entitas pelaporan yang baru selama semua periode.
Contoh perubaahan dalam entitas pelaporan :
1.      Menyajikan laporan konsolidasi untuk menggantikan laporan dari kelompok perusahaan individual
2.      Mengubah anak perusahaan tertentu yang terdiri dari kelompok perusahaan di mana laporan keuangan konsolidasi disajikan
3.      Mengubah perusahaan yang termasuk dalam laporan keuangan gabungan
4.      Perubahan metode akuntansi biaya, ekuitas atau konsolidasi untuk anak perusahaan dan investasi. Perubahan dalam entitas pelapran bukan berasal dari penciptaan, pemutusan, pembelian, disposisi anak perusahaan atau unti bisnis lainnya.

PELAPORAN KOREKSI KESALAHAN

Kesalahan tertentu, misalnya mengkasifikasikan neraca dalam laporan keuangan tidak sesignifikan bagi investor dibanding kesalahan lain. Kesalahan signifikan akan menyebabkan lebih saji atas aktiva atau laba. Namun para investor perlu mengetahui potensi pengaruh dari semua kesalahan. Bahkan mengklasifikasikan yang “tidak berbahaya” dapat berpengaruh rasio yang penting. Dan juga kesalahan tertentu dapat menandakan kelemahan dalam kendali internal yang dapat memicu kesalahan lain yang lebih signifikan.
Berikut ini adalah contoh-contoh dari kesalahan akuntansi :
1.      Perubahan dari prinsip akuntansi yang tidaka berlaku umum ke prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dasar pemikiran dari hal ini adalah bahwa periode sebelumnya telah disajikan secara tidak benar. Contoh, perubahan dari akuntansi dasar kas atau pajak ke penghasilan dasar akrual
2.      Kesalahan matematis yang diakibatkan oleh penjumlahan, pengurangan, dan sebagainya. Contoh, penjumlahan kartu perhitungan persediaan yang salah dalam menentukan nilai persediaan
3.      Perubahan estimasi yang terjadi karena estimasi-estimasi itu tidak dibuat dengan jujur. Contoh, penggunaan tariff penyusutan yang secara jelas tidak realistis
4.      Kelalaian, seperti kegagalan untuk megakrualkan atau menangguhkan beban atau pendapatanntertentu di akhir periode
5.      Penggunaan fakta yang tidak benar, seperti kegagalan untuk menggunakan nilai sisa dalam menghitung dasar penyusutan untuk pendekatan garis lurus
6.      Klasifikasi biaya yang tidak tepat sebagai beban dan bukan sebagai aktiva serta sebaliknya.

Laporan Periode Tunggal
Neraca tahun bersangkutan atau tahun berjalan tidak akan menyatakan kewajiban pajak yang ditangguhkan terkait bangunan dan akun Akumulasi Penyusutan, Bangunan kini dilaporkan ulang dengan nilai yang lebih besar. Laporan Laba Rugi tidak akan terpengaruh.

Laporan Komparatif
Jika laporan keuangan komparatif dibuat, maka penyesuaian harus dilakukan guna mengkoreksi jumlah semua akun yang terpengaruh yang dilaporkan dalam laporan keuangan untuk semua periode pelaporan. Data dari setiap tahun yang telah disajikan harus dinyatakan kembali sampai benar dan setiap penyesuaian susulan harus ditampilkan sebagai penyesuaian periode sebelumnya atau laba ditahan selema periode terdahulu dilaporkan.




IKHTISAR PERUBAHAN AKUNTANSI DAN KOREKSI KESALAHAN

Perkembangan pedoman untuk pelaporan perubahan akutansi dan koreksi kesalahan telah membantu memecahkan beberapa masalah akuntansi yang signifikan dan sudah lama.
Perubahan prinsip akuntansi akan dianggap tepat hanya apabila perusahaan menunjukkan bahwa prinsip akuntansi alternative yang berlaku umum yang telah diadopsi lebih disukai daripada prinsip sebelumnya. Dalam menerapkan pedoman profesi akuntansi, preferensi di antara prinsip akuntansi harus ditentukan atas dasar apakah prinsip yang baru dapat mem[erbaiki pelaporan keuangan bukan atas dasar dampak pajak penghasila semata.

MOTIVASI UNTUK MENGUBAH METODE AKUNTANSI

Suatu angka laba yang menguntungkan dapat mempengaruhi investor dan posisi likuiditas yang kuat yang dapat mempengaruhi kreditor. Akan tetapi, angka laba yang terlalu menguntungkan dapat member amunisi kepada para negosiator serikat pekerja dan pembuat kebijakan pemerintah selama membicarakan tawar-menawar. Oleh sebab itu, para manajer mungkin memiliki motif laba yang berbeda-beda tergantung pada waktu dan siapa yang ingin mereka pengaruhi.
            Penelitian yang dilakukan telah memberikan masukan tambahan tentang mengapa perusahaan lebih memilih metode akuntansi tertentu. Beberapa alasannya adalah sebagai berikut:
1.      Biaya Politik. Semakin besar perusahaan dan terlihat lebih bersifat politis, semakin besar para politis serta pembuat peraturan mencurahkan perhatian kepada perusahaan tersebut.
2.      Struktur Modal. Sejumkah studi telah mengindikasikan bahwa struktur modal perusahaan dapat mempengaruhi pemilihan metode akuntansi. Sebagai contoh, perusahaan dengan rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi akan sangat tergantung pada perjanjian hutang.
3.      Pembayaran Bonus. Jika pembayaran bonus dilakukan kepada manajemen berkaitan dengan laba, maka dapat dikatakan bahwa manajemn akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan pembayaran bonus mereka
4.      Memperlancar Laba. Kenaikan laba yang substansial dapat mengundang perhatian dari para politisi, pembuat peraturan, dan pesaing. Selain itu kenaikan laba yang besar juga dapat menciptakan masalah bagi manajemen karena hasil yang sama akan sulit dicapau pada tahun berikutnya.

ANALISIS KESALAHAN

Dalam kenyataannya, mendefinisikan materialitas adalah sulit, dan pengalaman serta pertimbangan harus digunakan untuk menentukan apakah perlu melakukan penyesuaian atas kesalahan tertentu. Semua kesalahan yang dibahas dalam bagian ini diasumsikan material dan membutuhkan penyesuaian.

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM NERACA

Kesalahan-kesalahan ini hanya akan mempengaruhi penyjian akun aktiva, kewajiba atau ekuitas pemegang saham. Contohnya adalah klasifikasi piutang jangka pendek sebagai bagian dari investasi, klasifikasi wesel bayar sebagai hutang usaha dan klasifikasi aktiva pabrik sebagai persediaan.
Reklasifikasi atas pos-pos tersebut ke posisi yang benar diperlukan apabila kesalahan ditemukan. Jika laporan komparatif yang mencakup tahun kesalahan telah dibuat, maka neraca untuk tahun kesalahan tersebut akan dinyatakan kembali secara benar.

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM LAPORAN LABA-RUGI

Kesalahan-kesalahan ini hanya akan mempengaruhi penyajian akun-akun nominal dalam laporan laba rugi. Kesalahan-kesalahan yang melibatkan klasifikasi yang tidak benar atas pendapatan atau beban, seperti mencatat pendpatan bunga sebagai bagian dari penjualan, pembelian sebagai beban piutang ragu-ragu dan beban penyusutan sebagai beban bunga. Kesalahan klasifikasi dalam laporan laba rugi tidak memiliki pengaru terhadap neraca dan laba bersih.

KESALAHAN DALAM NERACA DAN LAPORAN LABA RUGI

Kesalahan yang saling menyeimbangkan adalah kesalahan yang akan dioffset atau dikoreksi selama dua periode. Yang kedua ada Kesalahan yang tidak saling menyeimbangkan yaitu kesalahan yang tidak dioffset dalam periode akuntansi berikutnya. Misalnya, tidak megkapitalisasi peralatan yang memiliki unur manfaat 5 tahub. Jika kita langsung membebankan aktiva ini maka beban akan dinyatakan terlalu tinggi dalam periode pertama, tetapi dinyatakan terlalu rendah pada empat periode berikutnya. Pada akhir periode kedua, dampak kesalahan itu tidak sepenuhnya dioffset. Laba bersih dinyatakan dengan benar hanya secara agregat pada akhir tahun ke 5, karena aktiva telah disusutkan sepenuhnya. Jadi, kesalahan yang tidak saling menyeimbangkan adalah kesalahan yanh memerlukan lebih dari 2 periode untuk mngoreksinya.

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DENGAN KOREKSI KESALAHAN

Sampai saat ini, pembahasan tentang analisis kesalahan lebih ditujukan pada identifikasi jenis kesalahan yang terlibat dan akuntansi untuk mengoreksinya dalam catatan akuntansi. Koreksi kesalahan harus disajikan pada laporan keuangan komparatif.


AKUNTANSI UNTUK DANA PENSIUN


AKUNTANSI UNTUK DANA PENSIUN



SIFAT PROGRAM PENSIUN

Program pensiun adalah sebuah perjanjian yang menetapkan bahwa pemberi kerja atau majikan memberikan tunjangan (pembayaran) kepada  para karyawannya setelah mereka pensiun atas jasa-jasa yang mereka berikan ketika masih bekerja. Akuntansi pensiun dapat dibagi dan diperlakukan secara terpisah sebagaiakuntansi untuk pemberi kerja dan akuntansi untuk dana pensiun.
Beberapa program pensiun dapat bersifat wajib dimana para karyawan menanggung sebagian dari biaya tunjangan yang ditetapkan atau secara sukarela melakukan pembayaran untuk menaikkan tunjangan mereka. Program-program lainnya dapat bersifat tidak wajib dimana pemberi kerja yang menanggung keseluruhan biaya.

Program Pensiun Dengan Iuran Pasti
            Dalam program dengan iuran pasti, pemberi kerja setuju untuk mengkontribusikan ke dalam sebuah perwalian pensiun suatu jumlah tertentu selama setiap periode berdasaekan rumus yang ditetapkan. Rumus ini memperhitungkan faktor-faktor seperti umur, lama masa kerja karywan, laba pemberi kerja, dan tingkat kompensasi. Hanya kontribusi pemberi kerja yang ditetapkan, tidak ada janji mengenai tunjangan yang akhirnya akan dibayarkan kepada karyawan. Bentuk umumnya adalah rencana “401 (k)”
            Jumlah awal yang dikontribusikan biasanya diserahkan kepada wali amanat pihak ketiga yang independen yang bertindak atas nama penerima tunjangan, yaitu karyawan peserta program. Wali amanat ini memegang hak kepemilian atas aktiva pensiun dan bertanggung jawab atas investasi serta distribusinya. Akuntansi untuk program dengan iuran pasti bersifat sederhana atau langsung. Karywan menerima manfaat dan keuntungan atau resiko kerugian atas aktiva yang dikontribusikan ke dalam program pensiun.


Program Pensiun Dengan Tunjangan Pasti
            Program dengan tunjangan pasti menetapkan tunjangan yang akan diterima karyawan pada saat pensiun. Rumus yang biasa digunakan menetapkan bahwa tunjangan itu merupakan fungsi dari sekian tahun masa kerja karyawan dan tingkat kompensasi karyawan ketika ia mendekati pensiun.
            Para karyawan adalah phak penerima dalam perwalian dengan iuran pasti, tetapi perwalian dengan tunjangan pasti pemberi kerja adlah pihak pertama. Tujuan utama perealian dalam program dengan tunjangan pasti adalah menjaga aktiva dengan menginvestasikannya agar tersedia cukup uang untuk membayar kewajiban pemberi kerja kepada karyawan ketika meraka pensiun. Dalam hal bentuk, perwalian itu merupakan suatu entitas terpisah, sementara dalam hal substansi, aktiva dan kewajiban perwalian adalah milik pemberi kerja. Yaitu, selama program masih berjalan, pemberi kerja bertanggung jawab atas pembayaran tunjangan yang telah ditentukan (tanpa mempersoalkan apa yang terjadi dalam perwalian).
            Para pemberi kerja menghadapi risiko dalam program dengan tunjangan pasti karena harus memastikan bahwa mereka telah memberikan kontribusi yang cukup untuk memenuhi biaya tunjangan yang telah ditentukan dalam program. Beban yang diakui setiap periode tidak perlu sama denga  kontribusi kas.

Peran Aktuaris Dalam Akuntansi Pensiun
            Aktuaris adalah orang yang telah dilatih melalui suatu program sertifikasi yang panjang dan berat untuk menaksir probabilitas peristiwa di masa depan serta dampak keuangannya. Para aktuaris bertugas membuat prediksi (disebut asumsi actuarial) mengenai angka kematian atau mortalitas, perputaran karyawan, suku  bunga dan pendapatan, frekuensi pensiun dini, gaji masa depan, dan setiap faktor lainnya dalam hal perhitungan berbagai ukuran pensiun yang mempengaruhi laporan keuangan seperti, kewaiiban pensiun, baiaya tahunan untuk menjalankan program, dan baiaya amandemen program.

AKUNTANSI UNTUK PENSIUN

Ukuran Alternatif Kewajiban
            Sebagian besar akubtan setuju bahwa kewajiban pensiun pemberi kerja adalah kewajiban kompensasi yang ditangguhkan kepada para karyawannya atas jasa-jasa mereka menurut persyaratan dalam program pensiun, tetapi ada cara alternatif untuk mengukur kewajiban itu. Ukuran kewajiban pertama adalah tunjangan terjamin, dimana ini merupakan tunjangan yang berhak diterima karyawan sekalipun karyawan itu tidak memberikan jasa tambahan dalam program. Ukuran kewajiban kedua mendasarkan perhitungan jumlah kompensasi yang ditangguhkan atas masa kerja yang dijalani karyawan setalah mengikuti program, baiak yang terjamin maupun yang tidak terjamin dengan menggunakan tingkat gaji yang sekarang berlaku. Ukuran kewajiban ketiga adalah berdasarkan perhitungan jumlah kompensasi yang ditangguhkan atas masa kerja terjamin atau tidak terjamin dengan menggunakan gaji masa depan.
Umumnya profesi akuntan menggunakan proyeksi kewajiban tunjangan yaitu nilai sekarang tunjangan yangvterjamin dan yang tidak terjamin diakrualkan sampai tanggal ini berdasarkan tingkat gaji masa depan karyawan.

Komponen Biaya Pensiun
1.      Biaya Jasa, merupakan beban yang disebabkan oleh kenaikan hutang tunjangan (proyeksi kewajiban tunjangan) kepada karyawan atas jasa yang mereka berikan selama tahun berjalan
2.      Bunga atas Kewajiban, merupakan  beban bunga akrual setiap tahun tas proyeksi kewajiban tunjangan terjadi tepat seperti pada beban bunga atas setiap hutang yang didiskontokan
3.      Pengembalian Aktual atas Aktiva Program, merupakan beban pensiun tahunan yang harus disesuaikan untuk memperhitungkan bunga dan dividen yang terakumulasi dalam dana dan juga kenaikan serta penurunan nilai pasar aktiva dana itu.
4.      Amortisasi Biaya Jasa Sebelumnya yang Belum Diakui, dimana biaya (biaya jasa sebelumnya) untuk menyediakan tunjangan retroaktif ini dialokasikan ke beban pensiun di masa depan, khsusnya selama sisa tahun kerja karyawan yang dipengaruhi
5.      Keuntungan atau Kerugian, ada dua hal yang membentuk keuntungan atau kerugian ini (1) perbedaan antara pengembalian actual dan pengembalian yang diharapkan atas aktiva program  (2) amortisasi keuntungan atau kerugian bersih yang belum diakui dari periode-periode sebelumnya.


MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA PENSIUN

Kolom “Catatan Jurnal Umum” dari kertas kerja menentukan entri untuk mencatat akun formal buku besar. Kolom “Pencatatan Memo” memelihara saldo dalam kewajiban keuntungan yang ditetapkan dan perencanaan aset. Saldo akhir dalam kolom Aset/Kewajiban Pensiun harus seimbang dengan saldo bersih dalam memo pencatatan.
Catatan dan Kertas Kerja 2011
Jika saldo bersih memo pencatatan berada di posisi kredit, jumlah rekonsiliasi dalam kolom Aset/Kewajiban Pensiun akan menjadi saldo seimbang di kredit. Jika saldo bersih memo pencatatan berada di posisi debet, aset/kewajiban pensiun akan menjadi saldo debit seimbang. Kertas kerja didesain untuk menghasilkan rekonsiliasi utama, yang akan berguna pada penyiapan laporan keuangan dan wesel yang diungkapkan yang berkaitan dengan pensiun.

Amortisasi Biaya Jasa Sebelumnya
Sebagai hasil dari biaya jasa masa lalu, kewajiban keuntungan yang ditetapkan meningkat untuk mengakui kewajiban tambahan ini.  Jika keuntungan dari perkembangan rencana yang ditetapkan secara seketika, maka perusahaan harus mengakui beban dan kewajiban terkait. Jika keuntungan tidak ditetapkan secara seketika, biaya jasa yang lalu harus diakui sebagai beban pada basis garis lurus selama rata-rata sisa periode hingga keuntungan ditetapkan. Alasan untuk menggunakan penetapan tanggal sebagai tanggal target untuk pengakuan adalah hal itu merupakan waktu kewajiban terselesaikan.
Penyesuasian biaya jasa yang lalu yang menunjukkan posisi positif dan negatif diselesaikan dengan cara yang sama, yaitu langsung menyesuaikan pendapatan jika menetapkan dan mengamortisasi jumlah yang tidak ditetapkan selama rata-rata sisa periode hingga penetapan terjadi.

Penjurnalan dan Kertas Kerja 2012
Rekonsiliasi merupakan formula yang membuat kertas kerja berguna. Hal ini berhubungan dengan komponen dari akuntansi pensiun, dicatat dan tidak dicatat, satu ke yang lainnya.
Keuntungan atau Kerugian
Perhatian besar bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki program pensiun adalah perubahan tak terkendali dan tak terduga biaya pensiun  dari (1) perubahan mendadak dan besar dalam nilai wajar aset program,dan (2) perubahan asumsi aktuarial yang mempengaruhi jumlah kewajiban imbalan pasti.

Meratakan Keuntungan dan Kerugian yang tak Diperkirakan atas Aset Program
Aktuaris mengabaikan fluktuasi saat ini ketika mereka mengembangkan pola pendanaan untuk membayarmanfaat yang diharapkan di masa depan. Mereka mengembangkan tingkat pengembalian yang diharapkan dan kalikan dengan nilai aset tertimbang selama periode waktu yang wajar untuk sampai pada hasil yang diharapkandari aktiva. Mereka kemudian menggunakan kembali ini untuk menentukan pola pendanaan perusahaan.
Perbedaan antara pengembalian yang diharapkan dan actual return disebut sebagai keuntungan atau kerugian tak terduga, IASB menggunakan istilah keuntungan dan kerugian aset. Keuntungan aset terjadi ketikaaktual return melebihi hasil yang diharapkan, kerugian aset terjadi ketika hasil aktual kurang dari yang diharapkan.

Meratakan Keuntungan dan Kerugian yang tak Diperkirakan atas Kewajiban Pensiun
            Aktuaris membuat asumsi mengenai hal-hal seperti mortalotas, angka purnakarya, tingkat perputaran, tingkat kecacatan dan jumlah gaji. Keuntungan atau kerugian yang tidak dapat diperkirakan akibat perubahan proyeksi kewajiban tunjangan ini disebut keuntungan dan kerugian kewajiban.
            Keuntungan kewajiban berasal dari penurunan yang tidak diperkirakan atas saldo kewajiban, dan kerugian kewajiban berasal dari kenaikan yang tidak diperkirakan. Keuntungan dan kerugian kewajiban ini digabungkan dalam akun Keuntungan dtau Kerugian b=Bersih yang Belum Diakui.

Amortisasi Koridor
            Karena keuntungan dan kerugian aktiva serta keuntungan dan kerugia bkewajiban dapat saling mengoffset, maka akumulasi total keuntungan atau kerugian bersih yang belum diakui mungkin tumbuh tidak terlalu besar.
            Untuk membatasi pertumbuhan itu, IASB menetapkan pendekatan koridor untuk mengamortisasi akumulasi saldo akun Keuntungan atau Kerugian Bersih atau Kerugian Bersih yang Belum Diakui dianggap terlalu besar dan harus diamortisasi apabila melebihi kriteria yang dipilih IASB secara arbitrer sebesar 10% dari nilai yang lebih besar antara saldo awal proyeksi kewajiban tunjangan dan nilai aktiva program yang berkaitan dengan pasar.
Jika saldo Keuntungan Atau Kerugian Bersih yang Belum Diakui berbeda dalam batas atas dan bawah koridor, maka tidak diperlukan amortisasi saldo keuntungan atau kerugian bersih yang belum diakui itu akan tetap ada tanpa perubahan

Ikhtisar Perhitungan Keuntungan atau Kerugian Aktiva
            Perbedaan antara pengembalian actual atas aktiva program dan pengembalian yang diperkirakan atas aktiva program merupakan komponen keuntungan atau kerugian aktiva yang tidak diperkirakan (ditangguhkan). Jadi, setelah mempertimbangkan komponen ini, sebenarnya pengembalian yang diperkirakan atas aktiva program (bukan pengembalian actual) yang menentukan beban pensiun tahun berjalan.
            Keuntungan atau kerugian bersih yang diamortisasi ditentukan dengan mengamortisasi keuntungan atau kerugian yang belum diakui pada awal tahun dengan mengikuti batasan koridor. Dengan kata lain, jika keuntungan atau kerugian yang belum diakui lebiu besar daripada koridor, maka keuntungan atau kerugian bersih ini harus diamortisasi. Amortisasi minimum ini harus dihitung dengan membagi keuntungan atau kerugian bersih yang terkena amortisasi dengan sisa masa kerja rata-rata. Apabila keuntungan atau kerugian yang tidak diperkirakan digabungkan dengan amortisasi keuntungan atau kerugian akturial tahun-tahun sebelumnya, maka akan diperoleh keuntungan atau kerugian bersih yang telah diamortisasi.

Jurnal dan Kertas Kerja 2013
            Sebagai hasil dari adanya penyesuaian yang dibuat, pengembalian yang diharapkan dai perencanaan aset adalah jumlah yang sesungguhnya untuk menghitung biaya pension

Pengakuan Langsung dari Penaksiran Laba dan Rugi
            IASB mengindikasikan bahwa pendekatan koridor yang menghasilkan jumlah minimum yang diakui sebagai penaksiran laba dan rugi. Perusahaan boleh memakai metode sistematis lainnya yang lebih cepat dari pada pendekatan koridor yang digunakan untuk kedua laba dan rugi dan digunakan secara konsisten dari periode ke periode. IASB juga mengindikasikan bahwa pengakuan dari penaksiran laba dan rugi langsung merupakan pendekatan yang lebih baik.
Jika perusahaan memilih pendekatan pengakuan langsung, penaksiran laba dan rugi dapat menyesuaikan pendapatan bersih atau pendapatan komprehensif lainnya.

PELAPORAN RENCANA PENSIUN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Dalam Laporan Keuangan
            Perusahaan melaporkan aset atau kewajiban pensiun sebagai aset atau kewajiban dalam laporan posisi keuangan  pada akhir periode pelaporan. Jika aset atau kewajiban pensiun debet, akan dilaporkan sebagai Aset Pensiun. Jika berada pada saldo kredit, akan dilaporkan sebagai Kewajiban Pensiun. Klasifikasi sebagai lancar dan tidak lancar mengikuti pedoman yang dipakai untuk mengklasifikasikan aset atau kewajiban.

Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan
Secara umum, perusahaan memperlihatkan informasi-informasi berikut baik dalam laporan keuangan maupun dalam catatan atas laporan keuangan:
1.      Deskripsi dari rencana dan kebijakan akuntansi untuk mengakui penaksiran laba dan rugi.
Tujuan: Membantu pengguna untuk memahami sifat perencanaan yang ada dan pendekatan yang dipaka perusahaan untuk mengakui penaksiran laba dan rugi
2.      Daftar yang menunjukkan komponen mayoritas dari beban pensiun.
Tujuan: membantu pengguna untuk memahami bagaimana perusahaan menentukan komponen beban pensiun dan membantu untuk meramalkan pendapatan bersih.
3.      Sebuah rekonsiliasi yang menunjukkan bagaimana kewajiban keuntungan yang ditetapkan dan nilai wajar dari perencanaan aset berubah dari awal hingga akhir periode.
Tujuan: Membantu pengguna untuk memahami dasar ekonomi kewajiban dan sumber perencanaan aset.
4.      Status pendanaan dari perencanaan (perbedaan dari kewajiban keuntungan yang ditetapkan dan nilai wajar dari perencanaan aset) dan jumlah yang diakui dan tidak diakui dalam laporan keuangan.
Tujuan: Menyajikan rekonsiliasi dari status dana perencanaan pada jumlah yang dilaporkan pada laporan posisi keuangan menenkankan perbedaan antara status pendanaan dan persentasi laporan keuangan.
5.      Pengungkapan tingkat yang digunakan dalam mengukur jumlah keuntungan (tingkat diskon yang diharapkan pada perencanaan aset, tingkat kompensasi)
Tujuan: Memperbolehkan pengguna untuk mengetahui asumsi yang masuk akal dalam menentukan kewajiban pensiun dan beban pensiun.
6.      Estimasi terbaik perusahaan dari kontribusi yang diharapkan untuk membuat perencanaan di tahun yang akan datang.
Tujuan: Membantu pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pengaruh perencanaan pada risiko pasar dan arus kas yang memungkinkan untuk diminta pada perusahaan. Hal ini juga membantu pengguna untuk mengukur secara lebih baik kebijakan dari asumsi tingkat pengembalian yang diharapkan perusahaan dalam perbandingannya pada pengembalian yang sesungguhnya.

Contoh dari pengungkapan dana pension

Komponen dari beban pension :
IASB mengklasifikasikannya menjadi :
1.      Biaya jasa
2.      Biaya bunga
3.      Pengembalian yang diharapkan dari asset
4.      Laba dan rugi
5.      Biaya jasa masa lalu
Tujuan dari pengungkapan in adalah untuk menjelaskan kepada pembaca secara lebih canggih bagaimana perusahaan menentukan beban pensiun. Memberikan informasi mengenai komponen dari dana pension ini juga harus berguna dalam memprediksi biaya pensiun masa depan.

Rekonsiliasi dan rencana dari program pendanaan
Mempunyai rekonsiliasi perubahan dalam asset dan hutang dari awal tahun sampai akhir tahun, pembaca laporan keuangan akan lebih mengerti pokok ekonomi dari sebuah program.
Menurut IASB, sebuah perusahaan harus merekonsiliasi asset, hutang, biaya jasa masa lalu yang belum diakui, dan untung atau rugi yang belum diakui. Penundaan pengakuan dari beberapa elemen pension mungkin mengecualikan informasi yang sangat penting mengenai program pension dari laporan keuangan.

MASALAH KHUSUS

Manfaat pasca pension lainnya
Manfaatnya termasuk asuransi jiwa diluar status pension; kesehatan, gigi, dan mata, jasa hukum dan pajak, dan sebagainya
Hal ini bukan merupakan suatu pendanaan yang wajib sekali untuk didanai. Karena biasanya hal ini jarang untuk didanai. Dibutuhkannya pun jarang, tidak setiap bulan.
Dua alasan mengapa mengukur pembayaran manfaat healthcare di masa depan lebih sulit daripada program pension yaitu banyak program pasca pensiun tidak menetapkan batas pada manfaat kesehatan serta tingkatan dari penggunaan manfaat healthcare dan biaya healthcare susah untuk di prediksi.

Pembatasan dan penyelesaian
Situasi pembatasan terjadi jika perusahaan berkomitmen untuk secara substansial mengurangi jumlah karyawan dalam rencana atau secara substansial mengurangi manfaat dari program yang ada. penyelesaian terjadi ketika perusahaan menyertakan ke dalam transaksi untuk menghilangkan semua obligasi berkepanjangan secara sebagian atau semua manfaat yang disediakan, di bawah program imbalan pasti.

Kesimpulan dari pengamatan
Hampir tidak ada hari berlalu tanpa media keuangan menganalisis secara mendalam beberapa isu yang terkait dengan program pensiun di seluruh dunia. ini tidak mengherankan, karena dana pensiun sekarang memegang triliunan dollars, poundsterlings, euros, dan yen dalam aset. seperti yang kamu lihat, masalah akuntansi yang berhubungan dengan program pensiun adalah sesuatu yang kompleks. perubahan terbaru ke IFRS telah mengklarifikasi banyak isu dan harus membantu pengguna memahami implikasi keuangan dari program pensiun perusahaan pada posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas


Akuntansi Pajak Penghasilan

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasialn merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan perusahaan Jumlah beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang harus diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan (ii) pajak tangguhan (deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur dalam PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik dan  bagi perusahaan lainnya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/ DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, 
Penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. 
Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).
1.      Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
(i)                 Penghasilan yang telah dipotong PPh final
(ii)               Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
(iii)             Pengeluaran termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
(iv)             Pengeluaran yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final, uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah, beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan pembayaran prermium asuransi jiwa.
2.      Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
a)      Perbedaan Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada penghasilan kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat pada neraca sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL). Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :
·         Metode penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan perpajakan menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial reporting) menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya
·         Keuntungan yang belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut akan diakui untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan keuntungan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
·         Perbedaan metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan.
b)      Perbedaan  yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
·         Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat periode perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.
·         Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense) akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi, namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
·         Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual dibandingkan dengna realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna usaha dengan hak opsi dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.
Gambar hubungan laba akuntansi dengan laba fiskal sebagai berikut:






Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak  Pada dasarnya terdapat 3 alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1.      Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya. Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.
2.      Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan. Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
3.      Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.


Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :
1.      Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2.      Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.




Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
CONTOH KASUS
Pada tanggal 1 Januari 1997 sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya dengan harga Rp 90.000.000,- Sebesar Rp 15.000.000,- diantaranya merupakan harga tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut menetapkan bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 10 tahun.
Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,- setiap tahun selama 20 tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu sebesar 40 %, maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20 tahun adl sbb :
Keterangan
Masa 10 tahun pertama
Masa 10 tahun berikutnya
SPT
 Akuntansi
SPT
Akuntansi
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
Biaya Depresiasi
3.750.000
7.500.000
3.750.000
-
Laba Kena Pajak
5.250.000
1.500.000
5.250.000
9.000.000
Pajak Penghasilan
2.100.000
600.000
2.100.000
3.600.000
Tanpa alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan yang harus disajikan dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya dengan Pajak yang Terutang menurut kantor Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp 2.100.000,- per tahun, yang berlangsung selama 20 tahun.



Dengan demikian, Laporan Rugi – Laba perusahaan akan tampak sebagai berikut :
Laporan Rugi – Laba Partial
(Tanpa Alokasi Pajak Antar Periode)
Masa 10 tahun
Pertama
Masa 10 Tahun
Berikutnya
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
( 1.000.000)
( 1.000.000)
Depresiasi Bangunan
( 7.500.000)
-
Laba sebelum PPh
1.500.000
9.000.000
Pajak Penghasilan
( 2.100.000)
( 2.100.000)
Laba (Rugi) Bersih
600.000
6.900.000

Pada tahun buku 1997 Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal :
(D) Pajak Penghasilan Rp 2.100.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan Rugi-Laba untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan, tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak.
Alasan Perlunya Alokasi Pajak
Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk Perusahaan tersebut tidak menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan dengan laba yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas dasar taksiran umur bangunan selama 10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak penghasilan ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan Rugi – Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena Pajaknya.
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak Penghasilan menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga apliksi prosedur alokasi pajak Pada Laporan Perhitungan Rugi – Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20 tahun sbb :
Laporan Rugi – Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar Periode)
Masa 10 tahun
pertama
Masa 10 tahun
Berikutnya
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
( 1.000.000)
( 1.000.000)
Depresiasi Bangunan
( 7.500.000)
-
Laba sebelum Pajak
1.500.000
9.000.000
Pajak Penghasilan – 40 %
( 600.000)
( 3.600.000)
Laba Bersih
900.000
5.400.000
Dengan alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada dasarnya perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak Penghasilan sebesar Rp 2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.







Perbandingan kedua prosedur tersebut dilihat dari segi pengaruhnya terhadap pajak penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba adalah sbb :


Keterangan
Jumlah Pajak Penghasilan

Dibayarkan
Disajikan dalam Laporan Rugi – Laba
Tanpa Aloksi
Dengan Alokasi
Masa 10 tahun Pertama :
1. Jumlah per-tahun
2.100.000
2.100.000
600.000
2. Jumlah selama 10 tahun
21.000.000
21.000.000
6.000.000

Masa 10 tahun Berikutnya :
1. Jumlah per-tahun
2.100.000
2.100.000
3.600.000
2. Jumlah selama 10 tahun
21.000.000
21.000.000
36.000.000

TOTAL (20 tahun)

42.000.000

42.000.000

42.000.000
Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode
Contoh : Perusahaan melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 125.000,- dimulai pada bulan Januari 1997. Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan Desember 1987 Pajak Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x 11 bulan à Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran pajak untuk bulan sebelumnya à Januari 1997 untuk Desember 1996, Februari 1997 untuk Januari 1997, dst)
Apabila Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 1997 sebesar Rp 2.100.000,- dan Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari laba akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka jurnal yang dibuat untuk tahun 1997 adalah sbb :
Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari – Desember 1997)
(D) Uang muka Pajak Penghasilan Rp 125.000,- -
(K) Kas - Rp 125.000,-
Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun 1987
(D) Pajak Penghasilan Rp 600.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997
(D) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan     - Rp 1.375.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan            - Rp 125.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Tanggal
Uraian
No. Bukti
Debet
Kredit
Saldo
31/12/1997
-
-
1.500.000
-
1.500.000
31/12/1998
-
-
1.500.000
-
3.000.000
d s t
31/12/2006
-
-
1.500.000
-
15.000.000

Pada akhir tahun 1997 rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp 1.500.000,- yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang demikian akan berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996, sehingga pada akhir tahun 2006 tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-

Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal yang dibuat perusahaan adalah sbb :
Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
(D) Pajak Penghasilan Rp 3.600.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 3.600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT tahunan dalam tahun 2007
(D) Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Tanggal
Uraian
No. Bukti
Debet
Kredit
Saldo
31/12/2006
-
-
-
-
15.000.000
31/12/2007
-
-
1.500.000
13.500.000
31/12/2008
-
-
-
1.500.000
12.000.000
d s t
31/12/2015
-
-
-
1.500.000
1.500.000
31/12/2016
-
-
-
1.500.000
-

Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
1.      Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang berlainan. Beberapa trransaksi yang menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :
-          Pendapatan atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
-          Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode % penyelesaian, Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode equity, Pajak à metode Harga Pokok)
-          Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus, Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh : Taksiran biaya garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
2.      Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan bunga dari deposito berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan, Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada periode ybs.
Contoh : PT GUNADARMA melaporkan laba sebelum pajak (Laba Akuntansi) untuk tahun 2008 s.d. 2010 sebesar Rp 5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku 30 %. Informasi yang diperoleh sehubungan dengan pajak penghasilan adalah sbb : Laba kotor dari penjualan angsuran pada tahun 2008 sebesar Rp 525.000,-. Laba tersebut untuk keperluan perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18 bulan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009, dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan akuntansi, laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008. Perusahaan telah mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun  2009 dan 2010 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan. Rekonsiliasi yang dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan kantor Pajak adalah sbb :
Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajak serta Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang
2008
2009
2010
Jumlah Laba Akuntansi
5.000.000
5.000.000
5.000.000
Selisih Permanen :
Amortisasi Biaya Pendirian

-

( 375.000)

( 375.000)
Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran
- Jumlah mula-mula
( 525.000)
-
-
- Jumlah reversing
-
350.000
175.000
Jumlah Laba Kena Pajak
4.475.000
5.725.000
5.550.000
Pajak Penghasilan Terhutang (30 %)
1.342.500
1.717.500
1.665.000

Untuk mencatat ke dalam rekening yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan, maka perlu dibuat suatu perhitungan yang teliti, khususnya terhadap jumlah pajak yang ditangguhkan.
Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan
2008
2009
2010
Jumlah PPh Terhutang
1.342.500(K)
1.717.500 (K)
1.665.000 (K)
Pengaruh selisih laba temporer thd PPh (Pajak yang ditangguhkan) ***
157.500 (K)
105.000 (D)
52.500 (D)
Pajak Penghasilan diperhitungkan
1.500.000 (D)
1.612.500 (D)
1.612.500 (D)
*** Perhitungan : Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
2008 à Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009 à Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010 à Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya Pajak Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
(K) Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-

Tanggal 31/12/2009   
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-

Tanggal 31/12/2010
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-

Pada akhir tahun buku 2010, yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih temporer, maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).



 http://yunitandp.blogspot.co.id/2015/03/akuntansi-pajak-penghasilan.html