Mp3

Senin, 16 Mei 2016

Akuntansi Pajak Penghasilan

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasialn merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan perusahaan Jumlah beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang harus diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan (ii) pajak tangguhan (deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur dalam PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik dan  bagi perusahaan lainnya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/ DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, 
Penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. 
Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).
1.      Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
(i)                 Penghasilan yang telah dipotong PPh final
(ii)               Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
(iii)             Pengeluaran termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
(iv)             Pengeluaran yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final, uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah, beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan pembayaran prermium asuransi jiwa.
2.      Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
a)      Perbedaan Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada penghasilan kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat pada neraca sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL). Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :
·         Metode penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan perpajakan menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial reporting) menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya
·         Keuntungan yang belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut akan diakui untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan keuntungan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
·         Perbedaan metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan.
b)      Perbedaan  yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
·         Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat periode perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.
·         Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense) akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi, namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
·         Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual dibandingkan dengna realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna usaha dengan hak opsi dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.
Gambar hubungan laba akuntansi dengan laba fiskal sebagai berikut:






Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak  Pada dasarnya terdapat 3 alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1.      Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya. Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.
2.      Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan. Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
3.      Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.


Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :
1.      Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2.      Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.




Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
CONTOH KASUS
Pada tanggal 1 Januari 1997 sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya dengan harga Rp 90.000.000,- Sebesar Rp 15.000.000,- diantaranya merupakan harga tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut menetapkan bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 10 tahun.
Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,- setiap tahun selama 20 tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu sebesar 40 %, maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20 tahun adl sbb :
Keterangan
Masa 10 tahun pertama
Masa 10 tahun berikutnya
SPT
 Akuntansi
SPT
Akuntansi
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
Biaya Depresiasi
3.750.000
7.500.000
3.750.000
-
Laba Kena Pajak
5.250.000
1.500.000
5.250.000
9.000.000
Pajak Penghasilan
2.100.000
600.000
2.100.000
3.600.000
Tanpa alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan yang harus disajikan dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya dengan Pajak yang Terutang menurut kantor Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp 2.100.000,- per tahun, yang berlangsung selama 20 tahun.



Dengan demikian, Laporan Rugi – Laba perusahaan akan tampak sebagai berikut :
Laporan Rugi – Laba Partial
(Tanpa Alokasi Pajak Antar Periode)
Masa 10 tahun
Pertama
Masa 10 Tahun
Berikutnya
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
( 1.000.000)
( 1.000.000)
Depresiasi Bangunan
( 7.500.000)
-
Laba sebelum PPh
1.500.000
9.000.000
Pajak Penghasilan
( 2.100.000)
( 2.100.000)
Laba (Rugi) Bersih
600.000
6.900.000

Pada tahun buku 1997 Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal :
(D) Pajak Penghasilan Rp 2.100.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan Rugi-Laba untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan, tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak.
Alasan Perlunya Alokasi Pajak
Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk Perusahaan tersebut tidak menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan dengan laba yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas dasar taksiran umur bangunan selama 10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak penghasilan ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan Rugi – Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena Pajaknya.
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak Penghasilan menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga apliksi prosedur alokasi pajak Pada Laporan Perhitungan Rugi – Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20 tahun sbb :
Laporan Rugi – Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar Periode)
Masa 10 tahun
pertama
Masa 10 tahun
Berikutnya
Pendapatan
10.000.000
10.000.000
Biaya Usaha
( 1.000.000)
( 1.000.000)
Depresiasi Bangunan
( 7.500.000)
-
Laba sebelum Pajak
1.500.000
9.000.000
Pajak Penghasilan – 40 %
( 600.000)
( 3.600.000)
Laba Bersih
900.000
5.400.000
Dengan alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada dasarnya perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak Penghasilan sebesar Rp 2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.







Perbandingan kedua prosedur tersebut dilihat dari segi pengaruhnya terhadap pajak penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba adalah sbb :


Keterangan
Jumlah Pajak Penghasilan

Dibayarkan
Disajikan dalam Laporan Rugi – Laba
Tanpa Aloksi
Dengan Alokasi
Masa 10 tahun Pertama :
1. Jumlah per-tahun
2.100.000
2.100.000
600.000
2. Jumlah selama 10 tahun
21.000.000
21.000.000
6.000.000

Masa 10 tahun Berikutnya :
1. Jumlah per-tahun
2.100.000
2.100.000
3.600.000
2. Jumlah selama 10 tahun
21.000.000
21.000.000
36.000.000

TOTAL (20 tahun)

42.000.000

42.000.000

42.000.000
Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode
Contoh : Perusahaan melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 125.000,- dimulai pada bulan Januari 1997. Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan Desember 1987 Pajak Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x 11 bulan à Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran pajak untuk bulan sebelumnya à Januari 1997 untuk Desember 1996, Februari 1997 untuk Januari 1997, dst)
Apabila Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 1997 sebesar Rp 2.100.000,- dan Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari laba akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka jurnal yang dibuat untuk tahun 1997 adalah sbb :
Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari – Desember 1997)
(D) Uang muka Pajak Penghasilan Rp 125.000,- -
(K) Kas - Rp 125.000,-
Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun 1987
(D) Pajak Penghasilan Rp 600.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997
(D) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan     - Rp 1.375.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan            - Rp 125.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Tanggal
Uraian
No. Bukti
Debet
Kredit
Saldo
31/12/1997
-
-
1.500.000
-
1.500.000
31/12/1998
-
-
1.500.000
-
3.000.000
d s t
31/12/2006
-
-
1.500.000
-
15.000.000

Pada akhir tahun 1997 rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp 1.500.000,- yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang demikian akan berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996, sehingga pada akhir tahun 2006 tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-

Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal yang dibuat perusahaan adalah sbb :
Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
(D) Pajak Penghasilan Rp 3.600.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 3.600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT tahunan dalam tahun 2007
(D) Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Tanggal
Uraian
No. Bukti
Debet
Kredit
Saldo
31/12/2006
-
-
-
-
15.000.000
31/12/2007
-
-
1.500.000
13.500.000
31/12/2008
-
-
-
1.500.000
12.000.000
d s t
31/12/2015
-
-
-
1.500.000
1.500.000
31/12/2016
-
-
-
1.500.000
-

Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
1.      Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang berlainan. Beberapa trransaksi yang menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :
-          Pendapatan atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
-          Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode % penyelesaian, Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode equity, Pajak à metode Harga Pokok)
-          Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus, Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh : Taksiran biaya garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
2.      Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan bunga dari deposito berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan, Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada periode ybs.
Contoh : PT GUNADARMA melaporkan laba sebelum pajak (Laba Akuntansi) untuk tahun 2008 s.d. 2010 sebesar Rp 5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku 30 %. Informasi yang diperoleh sehubungan dengan pajak penghasilan adalah sbb : Laba kotor dari penjualan angsuran pada tahun 2008 sebesar Rp 525.000,-. Laba tersebut untuk keperluan perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18 bulan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009, dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan akuntansi, laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008. Perusahaan telah mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun  2009 dan 2010 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan. Rekonsiliasi yang dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan kantor Pajak adalah sbb :
Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajak serta Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang
2008
2009
2010
Jumlah Laba Akuntansi
5.000.000
5.000.000
5.000.000
Selisih Permanen :
Amortisasi Biaya Pendirian

-

( 375.000)

( 375.000)
Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran
- Jumlah mula-mula
( 525.000)
-
-
- Jumlah reversing
-
350.000
175.000
Jumlah Laba Kena Pajak
4.475.000
5.725.000
5.550.000
Pajak Penghasilan Terhutang (30 %)
1.342.500
1.717.500
1.665.000

Untuk mencatat ke dalam rekening yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan, maka perlu dibuat suatu perhitungan yang teliti, khususnya terhadap jumlah pajak yang ditangguhkan.
Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan
2008
2009
2010
Jumlah PPh Terhutang
1.342.500(K)
1.717.500 (K)
1.665.000 (K)
Pengaruh selisih laba temporer thd PPh (Pajak yang ditangguhkan) ***
157.500 (K)
105.000 (D)
52.500 (D)
Pajak Penghasilan diperhitungkan
1.500.000 (D)
1.612.500 (D)
1.612.500 (D)
*** Perhitungan : Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
2008 à Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009 à Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010 à Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya Pajak Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
(K) Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-

Tanggal 31/12/2009   
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-

Tanggal 31/12/2010
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-

Pada akhir tahun buku 2010, yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih temporer, maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).



 http://yunitandp.blogspot.co.id/2015/03/akuntansi-pajak-penghasilan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar