AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
Pajak penghasialn merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya peraturan
perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu dan beban pajak penghasilan
ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan perusahaan Jumlah beban
pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang
harus diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua
unsur utama yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada
satu periode dan (ii) pajak tangguhan (deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak
ppenghasilan diatur dalam PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999
untuk perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan
kepada publik dan bagi perusahaan lainnya dimulai pada atau setelah 1
Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak
penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan
pajak penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered
Tax Liabilities/ DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA)
dalam laporan keuangan perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat
adanya perbedaan temporer antara UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi
Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang
saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan
juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena
SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan,
Penentu laba akuntansi
(financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable
income) juga seringkali menghasilkan perbedaan.
Perbedaan ini dibagi
menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan
perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).
1. Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari
Undang-Undang Perpajakan yang menentukan beberapa jenis pendapatan yang
dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena pajak (non taxable income) dan
beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expense).
Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
(i) Penghasilan
yang telah dipotong PPh final
(ii) Penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak
(iii) Pengeluaran
termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
(iv) Pengeluaran
yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga
deposito larena bersifat final, uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa,
bunga yang diterima dari obligasi pemerintah, beban entertaiment yang tidak
disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan pembayaran
prermium asuransi jiwa.
2. Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi
dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan
membeikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga
pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena pajak akhirnya menjadi
sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
a) Perbedaan Temporer
kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang menimbulkan
suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada
saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut
dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada
penghasilan kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat pada neraca
sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL). Contoh-contoh
kewajiban pajak tangguhan :
· Metode
penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan perpajakan
menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial reporting)
menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya
· Keuntungan
yang belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut akan
diakui untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan
keuntungan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
· Perbedaan
metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan.
b) Perbedaan yang
boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan temporer
yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba
fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai
tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan
yang diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan
(Deffered Tax Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
· Pendapatan
diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat periode
perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan
pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.
· Beban
garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense)
akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi,
namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
· Kerugian
yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan diakui
utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan diakui
pada saat sekuritas tersebut dijual.
Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual
dibandingkan dengna realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna
usaha dengan hak opsi dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.
Gambar hubungan laba akuntansi dengan laba fiskal sebagai
berikut:
|
Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi
perusahaan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba
dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk
mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan
disebut Alokasi Pajak Pada dasarnya terdapat 3
alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1. Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan
Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba
akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan
Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan
ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi
atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena
pajak dan laba akuntansinya. Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi –
Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan
dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.
2. Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan
berdasar tarif pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih
pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat
tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan
tarif pajak penghasilan. Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan
harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau
sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
3. Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam
neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam
Laporan Rugi – Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau
pajak yang harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. Selisih yang terjadi
karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan
dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada
aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang
bersangkutan.
Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan
sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :
1. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun
buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya.
Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya
perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode
akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap
komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar
biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) Karena
Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang
diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah
Intraperiod Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan
lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku
(Interperiod Allocation)
CONTOH KASUS
Pada tanggal 1 Januari 1997 sebuah perusahaan membeli
sebuah villa berikut tanahnya dengan harga Rp 90.000.000,- Sebesar Rp
15.000.000,- diantaranya merupakan harga tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut
berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan
akuntansi pada perusahaan tersebut menetapkan bahwa bangunan villa disusut
berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 10 tahun.
Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp
10.000.000,- dengan biaya operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp
1.000.000,- setiap tahun selama 20 tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk
tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu sebesar 40 %, maka
perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20 tahun adl sbb :
Keterangan
|
Masa 10 tahun pertama
|
Masa 10 tahun berikutnya
|
||
SPT
|
Akuntansi
|
SPT
|
Akuntansi
|
|
Pendapatan
|
10.000.000
|
10.000.000
|
10.000.000
|
10.000.000
|
Biaya Usaha
|
1.000.000
|
1.000.000
|
1.000.000
|
1.000.000
|
Biaya Depresiasi
|
3.750.000
|
7.500.000
|
3.750.000
|
-
|
Laba Kena Pajak
|
5.250.000
|
1.500.000
|
5.250.000
|
9.000.000
|
Pajak Penghasilan
|
2.100.000
|
600.000
|
2.100.000
|
3.600.000
|
Tanpa alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak
penghasilan yang harus disajikan dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya
dengan Pajak yang Terutang menurut kantor Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp
2.100.000,- per tahun, yang berlangsung selama 20 tahun.
Dengan demikian, Laporan Rugi – Laba perusahaan akan tampak
sebagai berikut :
Laporan Rugi – Laba Partial
(Tanpa Alokasi Pajak Antar Periode)
|
|||
Masa 10 tahun
Pertama
|
Masa 10 Tahun
Berikutnya
|
||
Pendapatan
|
10.000.000
|
10.000.000
|
|
Biaya Usaha
|
( 1.000.000)
|
( 1.000.000)
|
|
Depresiasi Bangunan
|
( 7.500.000)
|
-
|
|
Laba sebelum PPh
|
1.500.000
|
9.000.000
|
|
Pajak Penghasilan
|
( 2.100.000)
|
( 2.100.000)
|
|
Laba (Rugi) Bersih
|
600.000
|
6.900.000
|
|
Pada tahun buku 1997 Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal
:
(D) Pajak Penghasilan Rp 2.100.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut
mengakibatkan Laporan Rugi-Laba untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya
kerugian sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 %
dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya
depresiasi tidak lagi diperhitungkan, tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23
% dari Laba sebelum pajak.
Alasan Perlunya Alokasi Pajak
Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk
Perusahaan tersebut tidak menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan
dengan laba yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya Depresiasi
untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas dasar taksiran umur bangunan selama
10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak penghasilan ditetapkan umur bangunan
adalah 20 tahun. Sebagai akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan
Rugi – Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena Pajaknya.
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode
agar Pajak Penghasilan menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh
perusahaan, sehingga apliksi prosedur alokasi pajak Pada Laporan Perhitungan
Rugi – Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20 tahun sbb :
Laporan Rugi – Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar
Periode)
|
||||
Masa 10 tahun
pertama
|
Masa 10 tahun
Berikutnya
|
|||
Pendapatan
|
10.000.000
|
10.000.000
|
||
Biaya Usaha
|
( 1.000.000)
|
( 1.000.000)
|
||
Depresiasi Bangunan
|
( 7.500.000)
|
-
|
||
Laba sebelum Pajak
|
1.500.000
|
9.000.000
|
||
Pajak Penghasilan – 40 %
|
( 600.000)
|
( 3.600.000)
|
||
Laba Bersih
|
900.000
|
5.400.000
|
Dengan alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah
pajak yang harus dibayar perusahaan tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada
dasarnya perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak Penghasilan sebesar Rp
2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.
Perbandingan kedua prosedur tersebut dilihat dari segi
pengaruhnya terhadap pajak penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi –
Laba adalah sbb :
Keterangan
|
Jumlah Pajak Penghasilan
|
||
Dibayarkan
|
Disajikan dalam Laporan Rugi – Laba
|
||
Tanpa Aloksi
|
Dengan Alokasi
|
||
Masa 10 tahun Pertama :
|
|||
1. Jumlah per-tahun
|
2.100.000
|
2.100.000
|
600.000
|
2. Jumlah selama 10 tahun
|
21.000.000
|
21.000.000
|
6.000.000
|
Masa 10 tahun Berikutnya :
|
|||
1. Jumlah per-tahun
|
2.100.000
|
2.100.000
|
3.600.000
|
2. Jumlah selama 10 tahun
|
21.000.000
|
21.000.000
|
36.000.000
|
TOTAL (20 tahun)
|
42.000.000
|
42.000.000
|
42.000.000
|
Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode
Contoh : Perusahaan melakukan setoran pajak
penghasilan setiap bulan sebesar Rp 125.000,- dimulai pada bulan Januari 1997.
Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan Desember 1987 Pajak Penghasilan yang
sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x 11 bulan à Setoran
pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran pajak untuk bulan
sebelumnya à Januari 1997 untuk Desember 1996, Februari 1997 untuk
Januari 1997, dst)
Apabila Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 1997
sebesar Rp 2.100.000,- dan Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari laba
akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka jurnal yang dibuat untuk tahun 1997
adalah sbb :
Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari –
Desember 1997)
(D) Uang muka Pajak Penghasilan Rp 125.000,- -
(K) Kas - Rp 125.000,-
Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun
1987
(D) Pajak Penghasilan Rp 600.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak
Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997
(D) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp
1.375.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 125.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan
Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
|
|||||
Tanggal
|
Uraian
|
No. Bukti
|
Debet
|
Kredit
|
Saldo
|
31/12/1997
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
1.500.000
|
31/12/1998
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
3.000.000
|
d s t
|
|||||
31/12/2006
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
15.000.000
|
Pada akhir tahun 1997 rekening Pajak Penghasilan
Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp 1.500.000,- yang akan disajikan dalam
neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang demikian akan
berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996,
sehingga pada akhir tahun 2006 tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan
akan mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-
Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan
yang harus dibayarkan setiap tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,-
sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba setiap
tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian, selama 10 tahun
terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan harus dikredit
sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal yang dibuat perusahaan adalah sbb :
Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
(D) Pajak Penghasilan Rp 3.600.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 3.600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh
terutang menurut SPT tahunan dalam tahun 2007
(D) Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan
Ditangguhkan akan tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
|
|||||
Tanggal
|
Uraian
|
No. Bukti
|
Debet
|
Kredit
|
Saldo
|
31/12/2006
|
-
|
-
|
-
|
-
|
15.000.000
|
31/12/2007
|
-
|
-
|
1.500.000
|
13.500.000
|
|
31/12/2008
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
12.000.000
|
d s t
|
|||||
31/12/2015
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
1.500.000
|
31/12/2016
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka
pada akhir masa kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak
Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor
yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar Periode. Ada banyak faktor yang
menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan perpajakan,
dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. Perbedaan Waktu (Time
Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan
dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu
periode, tetapi diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak
untuk periode yang berlainan. Beberapa trransaksi yang menyangkut perbedaan
waktu tersebut antara lain :
- Pendapatan
atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak
lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan
Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
- Pendapatan
atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih
akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk
Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode
% penyelesaian, Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak
atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode
equity, Pajak à metode Harga Pokok)
- Biaya
atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak
lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang
jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode
garis lurus, Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai
dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan
akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan
kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang
untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan
aktiva tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam
penentuan lba kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Contoh : Taksiran biaya garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai
persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan
penurunan nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian
atau kontingensi
2. Perbedaan Permanen
(Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan
dalam penentuan laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh :
Pendapatan bunga dari deposito berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya
pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan, Biaya kompensasi karyawan
yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs.
Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan
akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah
terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau
tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya.
Sehingga apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan
dibebankan seluruhnya kepada periode ybs.
Contoh : PT GUNADARMA melaporkan laba sebelum pajak
(Laba Akuntansi) untuk tahun 2008 s.d. 2010 sebesar Rp 5.000.000,- per tahun.
Tarif pajak yang berlaku 30 %. Informasi yang diperoleh sehubungan dengan pajak
penghasilan adalah sbb : Laba kotor dari penjualan angsuran pada tahun 2008
sebesar Rp 525.000,-. Laba tersebut untuk keperluan perpajakan seharusnya
diakui secara bulanan selama 18 bulan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009,
dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan akuntansi, laba
tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008. Perusahaan telah
mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun
2009 dan 2010 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan. Rekonsiliasi
yang dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan
dengan kantor Pajak adalah sbb :
Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajak serta
Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang
|
|||
2008
|
2009
|
2010
|
|
Jumlah Laba Akuntansi
|
5.000.000
|
5.000.000
|
5.000.000
|
Selisih Permanen :
Amortisasi Biaya Pendirian
|
-
|
( 375.000)
|
( 375.000)
|
Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran
|
|||
- Jumlah mula-mula
|
( 525.000)
|
-
|
-
|
- Jumlah reversing
|
-
|
350.000
|
175.000
|
Jumlah Laba Kena Pajak
|
4.475.000
|
5.725.000
|
5.550.000
|
Pajak Penghasilan Terhutang (30 %)
|
1.342.500
|
1.717.500
|
1.665.000
|
Untuk mencatat ke dalam rekening yang berhubungan dengan
Pajak Penghasilan, maka perlu dibuat suatu perhitungan yang teliti, khususnya
terhadap jumlah pajak yang ditangguhkan.
Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan
|
|||
2008
|
2009
|
2010
|
|
Jumlah PPh Terhutang
|
1.342.500(K)
|
1.717.500 (K)
|
1.665.000 (K)
|
Pengaruh selisih laba temporer thd PPh (Pajak yang
ditangguhkan) ***
|
157.500 (K)
|
105.000 (D)
|
52.500 (D)
|
Pajak Penghasilan diperhitungkan
|
1.500.000 (D)
|
1.612.500 (D)
|
1.612.500 (D)
|
*** Perhitungan : Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
2008 à Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009 à Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010 à Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat
untuk mengakui biaya Pajak Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
(K) Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-
Tanggal 31/12/2009
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-
Tanggal 31/12/2010
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-
Pada akhir tahun buku 2010, yaitu pada saat berakhirnya masa
kompensasi dari selisih temporer, maka saldo rekening Pajak Penghasilan
Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar