MAKALAH
TINDAK PIDANA EKONOMI
PROGRAM
D3 AKUNTANSI KELAS 2E-REGULAR
SAIDAH ( 14030148)
POLITEKNIK
HARAPAN BERSAMA TEGAL
Jln.
Mataram No.9 Pesurungan Lor Tegal
Telp.(0283)352000
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan
berkat dan Rahmat-Nya dari TuhanYang Maha Esa atas selesainya penyusunan
makalah mengenai Tindak Pidana Ekonomi.Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang
membacanya.Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis,
maka tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, penulis mengharapkankritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan yang penuh
kesederhanaan ini dapat bermanfaat bagisemua pihak yang membacanya tentang
Tindak Pidana Ekonomi.
Tegal,
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ......... ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3
A.
LATAR
BELAKANG.............................................................................................. 3
B.
TUJUAN
PENULISAN........................................................................................... 3
C.
MANFAAT
PENULISAN....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 4
A.
PENGERTIAN
T INDAK PIDANA EKONOMI...................................................... 4
B.
UNSUR
UNSUR TINDAK PIDANA EKONOMI.................................................... 7
C.
SUBJEK&SANKSI(ANCAMAN
HUKUM) TINDAK PIDANA EKONOMI........... 8
D.
KARAKTERISTIK
TINDAK PIDANA EKONOMI................................................ 9
E.
TIPE-TIPE
PIDANA EKONOMI........................................................................... 12
F.
TINDAK
PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN PEREKONOMIAN SECARA UMUM DAN BERSIFAT MERUGIKAN
NEGARA.................................................................... 13
G.
TINDAK
PIDANA EKONOMI DILUAR UNDANG-UNDANG........................... 21
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 23
A.
SIMPULAN........................................................................................................... 23
B.
SARAN................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 24
C.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan
ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai saat ini tidak terlepas
dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan dilandaskan pada kerajaan
sampai dengan pemerintahan yang berandaskan pada negara-bangsa (nation-state)
dan kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan yang dilandaskan pada kesejahteran
bangsa (welfare-state) menunjukkan adanya kaitan erat antara bidang ekonomi di
satu pihak dan bidang politik di lain pihak.
Dilihat
dari perspektif kaitan antara kedua bidang tersebut atau perspektif ekonomi
politik, telah terjadi perkembangan yang bersifat horizontal dan sama
pentingnya yang dimulai dengan perspektif merkantilisme, liberalisme dan
perpektif marxisme (Gilpin dalam Lubis dan Eauxbaum, 1986 : 17-18).
Sasaran
kegiatan ekonomi menurut ketiga perspektif tersebut berbeda satu sama lain.
Perspektif bertujuan meningkatkan kepentingan nasional sebesar-besarnya di mana
politik menentukan ekonomi; sedangkan dalam perspektif liberalisme sasaran
kegiatan ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia
sebesar-besarnya dan dalam perspektif marxisme, sasaran kegiatan ekonomi
bertujuan meningkatkan kepentingan kelas kelas ekonomi sebesar-besarnya.
Ketiga
perspektif yang berkembang di dalam ekonomi politik ini dalam praktiknya tidak
selalu memberiikan kemaslahatan bagi umat di dunia oleh karena kenyataan
perkembangan ekonomi internasional menunjukkan terjadinya kesenjangan yang
tajam antara negara kaya dan negara miskin. Kesenjangan ini diperburuk oleh
kenyataan dimana negara-negara kaya telah menguasai baik struktur (ekonomi)
internasional maupun mekanisme (ekonomi) internasional. Struktur internasional
khususnya lembaga (ekonomi) intemasional yang bernaung dibawah PBB.
Ketika
hal ini terjadi, pada diperlukan sebuah sistem yang diharapkan dapat menjawab
berbagai persoalan yang akan terjadi, selain itu setiap tindakan yang dilakukan
dimana perbuatan itu keluar dari aturan yang telah disepakati, maka akan
diajukan dalam bentuk sanksi. Karena itulah maka dibutuhkan hukum ekonomi dalam
aspek pemidanaan.
B. TUJUAN PENULISAN
Dari
kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a.Mengetahui
Apa yang saja ruang lingkup tindak pidana ekonomi.
b.Mengetahui
dan memahami Tindak Pidana Yang berkaitan dengan Perekonomian Secara Umum dan
Bersifat Merugikan Negara.
C.
MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat makalah ini adalah
sebagai berikut :
a. Sebagai media untuk menambah
wawasan bagi pembacanya.
b. Bahan referensi aktual.c.
Bahan bacaan dan pengetahuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
TINDAK PIDANA EKONOMI
Tindak pidana
ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang
secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Peradilan tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana di
bidang ekonomi dapat diartikan perbuatan pelanggaran terhadap setiap hak,
kewajiban / keharusan atau larangan sebagai ketentuan – ketentuan dari
peraturan – peraturan hukum yang memuat kebijaksanaan negara di bidang ekonomi
untuk mencapai tujuan nasional.
Lebih lanjut
pengertian ini dijabarkan dalam Pasal 1 Undang-undang tindak pidana ekonomi
yang menyebutkan bahwa yang didefinisikan sebagai tindak pidana perekonomian
adalah:
1.
Pelanggaran berbagai ketentuan yang
terdapat dalam atau berdasarkan berbagai peraturan dan ordonantie (peraturan
pemerintah) yang dicantumkan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang tindak pidana
ekonomi.
2.
Tindak-tindak pidana tersebut dalam
Pasal 26, Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-undang tindak pidana ekonomi.
3.
Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau
berdasar undang-undang lain, sekedar undang-undang itu menyebut pelanggaran itu
sebagai tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana
ekonomi secara umum adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan
lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan
mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya.
Pengertian Tindak Pidana Ekonomi pada Pasal 1 Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi bersifat prospektif artinya tidak ada definisi yang bersifat limitative mengenai tindak pidana ekonomi. Apabila pada kemudian hari diperlukan adanya pengaturan mengenai perbuatan atau pelanggaran tertentu sebagai tindak pidana ekonomi, hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Istilah tindak pidana ekonomi yang dikenal di Indonesia apabila dilihat dari substansi Undang-Undang Darurat No. 7 1955 tampak lebih dekat atau dapat dimasukkan ke dalam istilah economic crimes dalam arti sempit. Hal ini disebabkan Undang-undang tersebut secara substansial hanya memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Pengertian Tindak Pidana Ekonomi pada Pasal 1 Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi bersifat prospektif artinya tidak ada definisi yang bersifat limitative mengenai tindak pidana ekonomi. Apabila pada kemudian hari diperlukan adanya pengaturan mengenai perbuatan atau pelanggaran tertentu sebagai tindak pidana ekonomi, hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Istilah tindak pidana ekonomi yang dikenal di Indonesia apabila dilihat dari substansi Undang-Undang Darurat No. 7 1955 tampak lebih dekat atau dapat dimasukkan ke dalam istilah economic crimes dalam arti sempit. Hal ini disebabkan Undang-undang tersebut secara substansial hanya memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Pengertian
Tindak Pidana Ekonomi secara sempit
Menurut arti
sempit tindak pidana ekonomi, ruang lingkup dari tindak pidana
ekonomi terbatas pada perbuatan – perbuatan yang dilarang dan diancam
pidana oleh pasal 1 undang - undang undang No. 1 Tahun 1961 yang
dapat terbagi atas 3 macam:
1. Tindak pidana
ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 1e
Undang – undang
yang mengatur beberapa sektor di bidang ekonomi sebagai sumber hukum pidana
ekonomi, menyatakan ketentuan pidana
a.
pelanggaran di bidang devisa
b.
pelanggaran terhadap prosedur impor,
ekspor
c.
pelanggaran izin usaha
d.
pelanggaran pelayaran nahkoda
e.
pelanggaran ketentuan ekspor kapuk,
f.
pelanggaran ketentuan ekspor minyak,
g.
pelanggaran ketentuan ekspor ubi – ubian
2. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2 e.
Ditetapkan
beberapa perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagai tindak
pidana ekonomi:
a.Pasal 26,
dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut berdasarkan suatu
ketentuan dalam undang – undang
b.Pasal 32,
dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan:
1. Suatu hukuman
tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c
2. Suatu
tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8
3. Suatu
peraturan termaksud dalam pasal 10
4. Suatu
tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan / t indakan
tata tertib sementara seperti tersebut diatas.
c.Pasal 33,
dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik bagian – bagian
kekayaan untuk dihindarkan dari:
- Tagihan –
tagihan
- Pelaksanaan suatu
hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan undang
– undang
- Tindak
pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 3e
3. Pelanggaran sesuatu
ketentuan:
a. Dalam undang –
undang lain
b. Berdasarkan undang –
undang lain.
Perbuatan – perbuatan
yang diuraikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam arti sempit penentuannya
tergantung dalam arah politik pemerintah. Hal itu berarti bisa berubah – ubah
sesuai dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, regional dan
internasional sehingga wajar apabila peraturan – peraturan di bidang ekonomi
sering berubah – ubah dan sulit untuk mengindenfikasikan peraturan – peraturan
mana yang masih berlaku atau peraturan mana yang sudah tidak berlaku.
Pengertian
Tindak Pidana Ekonomi secara luas
Tindak pidana ekonomi
dalam arti luas adalah perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan - ketentuan
dari peraturan - perbuatan di bidang ekonomi. Pelanggaran diancam dgn hukuman
yang tidak termuat dalam undang - undang darurat No. 7 Tahun 1955.
Dalam arti luas, TPE
didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955
yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif
terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.
Istilah
tindak pidana ekonomi yang telah dikenal dalam dunia hukum di Indonesia,
apabila dilihat dan substansi Undang-Undang Drt no 7 tahun 1955 tampak lebih
dekat atau dapat dimasukkan ke dalam istilah economic crimes dalam
arti sempit. Hal ini disebabkan undang-undang tersebut secara substansil hanya
memuat ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara
keseluruhan (lihat UU Drt nomor 17 /1955); bahkan relevansi isi keternuan
tersebut masih harus dipersoalkan terutama dalam konteks kegiatan ekonomi era
menjelang akhir abad ke 20 ini dan beberapa peraturan perundang-undangan yang
telah mengaturnya.
Sedangkan
American Bar Association (di kutip dari Hagan, 1989:101) memberikan batasan
mengenai economic crime: “any nonvio. Lent, illegal activity
which principally involved deceit, m,isrepresentation, concealment,
manipulation, breach of trust, subterfuge, or illegal circumvention”
(setiap tindakan ilegal tanpa kekerasan, terutama menyangkut penipuan,
perwakilan tidak sah, penimbunan, manipulasi, pelanggaran kontrak, tindakan
curang).
Clarke
(1990) telah mempergunakan istilah, Business Crimes. Kedalam
istilah ini termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan dan terjadi di dalam
kegiatan perdagangan, keuangan (termasuk kegiatan di dalam pasar bursa),
perbankan dan kegiatan perpajakan. Bahkan tindak pidana yang berkaitan dengan
masalah perburuhan dan tenaga kerja. Clarke (1990: 18 – 19) telah memperluas
pengertian Business crime yaitu suatu kegiatan yang (selalu)
memiliki konotasi legitimate business dan tidak identic sama
sekali dengan kegiatan suatu sindikat kriminil. Dengan demikian Clarke
membedakan secara tegas kegiatan yang termasuk business crime disatu
pihak dengan kegiatan yang diakukan oleh suatu sindikat kriminil yang juga
bergerak di dalam kegiatan pendagangan. Bahkan Clarke telah mengungkapkan dan
menyebutkan dua wajah khas dan suatu business crime, yaitu:
pertama, suatu keadaan legitimatif untuk melaksanakan kegiatannya yang bersifat
eksploiatif, dan kedua, suatu akibat khas ialah, sifat kontestabiliti dan
kegiatannya dalam arti kegiatan yang dipandang ilegal menurut undang-undang
masih dapat “diperdebatkan” oleh para pelakunya.
Di
dalam uraian tentang peristilahan di atas tampak masih ada perbedaan persepsi dan
penamaan terhadap istilah economic crime. Untuk memperoleh gambaran
yang akurat dan memadai ada baiknya kita melihat kembali kepada beberapa
kriteria di bawah ini yang dapat membedakan satu tipe kejahatan dan tipe
kejahatan lainnya.
Kriteria
yang telah dipergunakan Clinard dan Quinney untuk membedakan tipe-tipe
kejahatan ini, yaitu sebagal benikut:
1. Legal
Aspects Of Selected Offenses (aspek hukum dan
tindak pidana tertentu);
2. Criminal
Careen Of The Offender (karir kriminil dari pelaku
tindak pidana tertentu);
3. Group
Support Of Criminal Behavior (dukungan
kelompok atas tindak pidana tertentu);
4. Correspondence
Between Criminal And Legitimate Behavior (keterkaitan
antara tindak pidana tertentu dengan kegiatan yang legal);
5. Societal
Reaction And Legal Processing (reaksi sosial
dan prosedur peradilan).
Sifat tindak pidana ekonomi berdasarkan penjelasan
resmi undang- undang nomor 7/Drt/1955 sifat-sifat tindak pidana ekonomi yakni :
a. Praktik
Jahat Kalangan perdagangan, penjelasan resmi undang- undangnomor 7/Drt/1955, antara
lain memuat dapat dipahami dengan pengetahuan bahwa kalangan perdagangan
berupaya secara maksimal untuk memperoleh keuntungan (laba) sebesar-besarnya,
kadang-kadang mereka lupa akanetika bahkan berupaya melanggar peraturan. Tanpa
memperdulkankepentingan umum. Hal yang demikian wajar jika dikategorikan
sebagai praktik yang jahat.
b. Mengancam/Merugikan
aspek, kepentingan umum, Pejelasan umumundang- undang nomor 7/Drt/1955 antara
lain memuat: “mengancam dan merugikan kepentingan-kepentingan yang sangat gecomplceerd”
Dalamkamus, gecompliceer adalah ruwet, kalut, rumit.
c. Anggapan
Bahwa mencari untung sebesarnya-besarnya merupakan kalkulasi perhitungan usaha,
bukan suatu kejahatan.
B. UNSUR-UNSUR
TINDAK PIDANA EKONOMI.
a. Unsur-Unsur
tindak pidana ekonomi tidak bebeda dengan unsur-unsur tindak pidana pada
umumnya yakni.
·
Unsur subyektif, yang terdiri dari
sengaja atau culpa.
·
Unsur obyektif, yang terdiri dari
perbuatan manusia, akibat perbuatan,melawan hukum, dan keadaan-keadaan.
b. Berdasarkan
unsur subyektif, tindak pidana ekonomi dibedakan yakni.
·
Jika dilakukan dengan sengaja, maka
tindak pidana ekonomi tersebutdinyatakan sebagai kejahatan.
·
Jika dilakukan dengan tidak sengaja,
maka tindak pidana ekonomitersebut termasuk pelanggaran.
c. Membantu
dan percobaa.Berdasakan pasal 4 undang- undang nomor 7/Drt/1955, membantudan
percobaan melakkan tindak pidana ekonomi dapat dihukum sedang haltersebut pada
tindak pidana umum tidak dapat dihukum.
d. Wilayah
tindak pidana ekonomi.Tindak pidana ekonomi yang dilakukan di Indonesia ataudilakukan
di luar negeri, di belakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955.
Penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan
resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan umum sebagai berikut:
Sebagai
perluasan pasal 2 kitab “undang-undang hukum pidana maka perbuatan ikut serta
yang dilakukan diluar negeri dapat dihukum pidana juga.”
C. SUBJEK
& SANKSI (ANCAMAN HUKUMAN) TINDAK PIDANA EKONOMI
Subyek
tindak pidana ekonomi.
a.
Orang/manusia(person).Berdasarkan
pasal 3 undang- undang nomor 7/Drt/1955 yang antara lain berbunyi sebagai
berikut :
“Barang siapa turut serta melakukan undang-undang
nomor 7/Drt/1955. . . . . . . “
b. Badan
hukum (a legal person).Berdasarkan pasal 15 ayat (1) yang berbunyi antara lain
sebagi berikut :
“Jika . . . . . “
Sanksi (ancaman hukuman) tindak pidana
ekonomi.
a.
Hukuman Pokok “hukuman pokok sama
dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum
pokok itu adalah lebih berat”.
Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UUno
7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus mengalami perubahan sesuaidengan
perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada
(a) berdasarkan
pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribudiubah menjadi satu
juta dan pada
(b) berdasarkan
UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30 kali
(30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi :
hukumanmati atau 20 tahun penjara
Dalam hal ini
penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: “menurut
UU darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara
hukuman badan ataudenda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut
peraturan pemerintah pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua
sanksitersebut.
b. Hukuman
Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu :Pencabutan hak-hak
tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undangHukum Pidana untuk waktu
sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari
hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam
bulan dan selama-lamanya enam tahun;
·
Penutupan seluruhnya atau sebagian
perusahaan si-terhukum, di manatindak-pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu
selama-lamanya satutahun.
·
Perampasan barang-barang tak tetap yang
berwujud dan yang tak berwujud, dengan
mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomiitu dilakukan, atau yang
seluruhnya atau sebagian diperolehnvadengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu
pula harga lawan barang- barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak
perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau
bukan.
·
Perampasan barang-barang tak tetap yang
berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana
tindak- pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-barangitu
yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barangatau harga lawan
itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapihanya sekadar barang-barang itu
sejenis dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang
dapat dirampasmenurut ketentuan tersebut sub c di atas.
·
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak
tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah
atau dapatdiberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah berhubung dengan
perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun.
D. KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA
EKONOMI
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, bahwa tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan
tindak pidana di bidang Eonomi dengan memuaskan, begitu pula halnya di dalam
upaya beberapa pakar untuk menjelaskan mengenai karakterstik maupun tipe-tipeeconomic
crimes atau tindak pidana ekonomi.
Clarke
(1990:32) dalam kaitan ini telah mempertegas kembali dan membenarkan kelemahan
suatu tipologi sebagaimana telah diuraikan Clinard dan Quinney di atas.
Clarke
antara lain menulis sebagai berikut:
“It
may seem tempting at this stage to set up a typofogy Cf business crime which
does claim to be exhaustive and then provide illustration of each type. Such an
approach has been attempted by some writers and is useful for presentational
purpose, but no typology so farsuggested has proved definitive”.
Edmund
W.Kitch (di dalam Ency.of Cr. & J; 1983: 671) telah mengemukakan
ada tiga karakteristik atau features of economic crime yaitu
sebagai berikut: pertama, pelaku menggunakan modus operandi yang
sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; kedua,
tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses dalam
bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau
pengendalian secara khusus dan aparatur penegak hukum pada umumnya.
Ketiga
karakteristik tersebut di atas tidak berbeda dengan karakteristik umum yang
telah dikemukakan oleh pakar-pakar kriminologi lainya (Clinard dan Yeager,
1980; Hagan, 1989; Van den Heuvel, 1992).
Karakteristik
tindak pidana di bidang ekonomi yang lebih rinci dan mendalam telah dikemukakan
oleh Clarke (1 990:20-31) yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Privacy
2) lack
of public Order Violation
3) Internal
Detection and Control
4) The
Limited Role of the Law
5) The
Ambiguity of Business Crime
6) Business
Offences as Politics
7) Sanctions
8) Consumerism
and Business Accountability
9) Private
Interest versus the Public Good
Masing-masing
karakteristik tersebut di atas telah dijelaskan secara gamblang oleh Clarke di
dalam bukunya, Business Crimes, Its Nature and Control (1990).
Hemat penulis, kesembilan ciri karakteristik inilah yang membedakan tindak
pidana di bidang ekonomi dengan tindak pidana lainnya atau secara populer
dikenal sebagai tindak pidana konvensional misalnya, pencurian, pencopetan,
penipuan atau perampokan bank.
Penulis
akan mulai dari karakteristik kesatu, privacy kemudian dikaitkan dengan ciri
karakteristik lainnya. Karakteristik ini di dalam perkembangan dunia usaha di
negara negara maju pada umumnya, terutama di Amerika Serikat merupakan
karakteristik utama; karakteristik mana sesungguhnya mencerminkan semangat
individualisme dan liberalisme.
Sedemikian
tingginya dan mendarah dagingnya semangat ini dikalangan masyarakat pengusaha
sehingga tampak bahwa kelompok masyarakat ini memiliki kekebalan (hukum)
tertentu yang sulit disentuh sekalipun oleh tangan-tangan aparatur penegak
hukum. Kekebalan (hukum) ini berasal dan hak pribadi atau the right to
privacy yang dimiliki oleh setiap individu di dalam kehidupan
masyarakat barat sejak mereka dilahirkan dan karena itu setiap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan terjadi oleh dan di dalam dunia
usaha tidaklah semudah itu diungkapkan sebagai suatu pelanggaran terhadap
kepentingan umum (publik) [lack of public order violaton].
Dilain
pihak suatu perusahaan memiliki organisasi dan di dalamnya sudah terdapat
aparat pengawas (dewan komisaris) yang ditugasi mengadakan pengawasan dan
monitoring terhadap setiap sepak terjang langkah direktur-direkturnya. Sehingga
setiap kejadian yang berupa pelanggaran dalam dunia usaha pengendalian atau
pengawasan hanya dapat dibakukan oleh dewan komisaris ini dan sudah barang
tentu, dewan komisaris pada umumnya akan memilih sikap lebih
banyak”membenarkan”tindakan para direktur perusahaan ybs daripada sikap yang
sebaliknya (masalah internal detection and control).
Dengan
contoh kasus ini maka jelas bahwa peranan hukum (the role of the law)
dalam kaitan tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan
atau direktur perusahaannya sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan sangat
lemah. Hal ini juga bisa terjadi antara lain karena masih terdapat perbedaan
persepsi di kalangan para ahli hukum yang menyangkut tindakan
pengusaha/direktur atau suatu perusahaan yang melakukan pelanggaran atas suatu
undang-undang (contoh, di bidang pajak, tenaga kerja, asuransi, dan di bidang
keuangan, serta di bidang lingkungan hidup dan di bidang impor-ekspor).
Pada
umumnya di negara-negara maju persepsi ini masih mendua, yaitu disatu pihak sering
ditafsirkan pelanggaran tersebut merupakan masalah keperdataan (civil
jurisdiction), menyangkut kepentingan pribadi perusahaan dan dilain pihak
masih sering ditafsirkan sebagai masalah kriminil (criminal jurisdiction),
menyangkut kepentingan publik.
Masalahnya
akan bertambah rumit apabila kasus tindak pidana di bidang ekonomi oleh suatu
perusahaan ini diangkat menjadi kasus yang berlatar belakang politik atau
memiliki kaitan dengan dunia politik.
Uraian
karakteristik ke 8 dan ke 9 (consumerism and business accountabihty dan
private interest and the public good) lebih menitik beratkan pada masalah
standardisasi kualitas hasil produksi yang secarà langsung berkaitan dengan
perlindungan konsumen dan keterkaitan antara masalah etika dunia usaha atau “business
ethics” dan kepentingan perolehan keuntungan.
Dalam
konteks karakteristik kedelapan di atas, perkembangan dunia usaha di Indonesia
sening dlanda masalah ini. Contoh kasus Mie Instant, produk makanan yang
kadaluarsa terutama menjelang Hari Raya dan Hari Natal serta produk minyak
goreng yang bertuliskan memiliki kadar kolestrol rendah atau dituliskan tidak
mengandung kolestrol; terbukti telah merupakan suatu tindakan yang tidak
melindungi konsumen bahkan merupakan pelanggaran yang juga memiliki aspek pidana,
tidak hanya aspek keperdataan semata-mata.
Yayasan
Perlindungan Konsumen yang kini bergerak di bidang penelitian produk-produk
makanan dan minuman serta di bidang yang relevan merupakan sarana pengendalian
informal (informal social control) yang penting bagi upaya peningkatan kualitas
produksi disatu pihak dan peningkatan kualitas konsumsi di lain pihak. Sehingga
dengan demikian pengusaha tidak selalu hanya mementingkan segi keuntungan
semata-mata akan tetapi dengan sarana sedemikian mereka juga (dipaksa)
meningkatkan mutu produksinya.
Karakteristik
kesembilan menitik beratkan pada masalah etika dalam dunia usaha yang sering
terlupakan oleh kalangan pengusaha. Hal ini pernah terjadi di Negara maju
sekitar akhir abad ke 19 dimana telah terjadi suatu kesenjangan atau konflik
antara kepentingan pribadi yang dikejar melalui lembaga dunia usaha dari segi
pelayanan dan kalangan pengusaha yang mendahulukan kepentingan masyarakat,
kejujuran dan pemerataan keadilan.
Jika
konflik ini dibiarkan tidak diatasi dikhawatirkan (dan pernah terjadi di
Amerika dan negara-negara di Eropa) terjadi kesenjangan yang semakin dalam
antara golongan mampu dan golongan tidak mampu secara ekonormnis. Tuntutan atas
pengurangan biaya produksi, ukuran efisiensi dan penghapusan limbah produksi
merupakan ancaman idiologi bisnis terhadap sektor publik disatu pihak dan
dilain pihak akan meningkatkan ukuran pola perilaku bisnis melalui peraturan
perundang-undangan serta perdebatan umum untuk menciptakan suatu dunia usaha
yang cocok dengan cita etika bisnis yang lebih memadai. Konstatasi Soemitro
Djojohadikusumo dan Kwik Kian Gie sebagaimana telah diuraikan dimuka merupakan
bukti bahwa masalah karakteristik dan economic crimes” ini telah
terjadi di Indonesia.
Berkaitan
erat dengan karakteristik terakhir, hemat penulis masih ada karakteristik lain
yang berkembang dalam tindak pidana di bidang ekonomi pada era menjelang akhir
abad ke 20 mi dan belum termonitor oleh pakar-pakar kniminologi sebelumnya.
Karakteristik ini diketemukan ketika aparatur penegak hukum di negara maju,
bertekad dan telah melaksanakan tindakan pencegahan dan penanggulangan atas
tindak pidana ini. Dalam praktik ternyata cara-cara non-litigasi yang biasa
dikenal dengan negosiasi ataucooperation (Braithwaite, 1936) telah
mengalami perkembangan yang menyimpang dan tujuan semula dilakukannya upaya
pengendalian.
Penyimpangan
ini dikenal sebagai tndakan kolusi atau collussion (Van den Heuvel, 1992: 129);
sehingga persoalannya bukanlah terletak pada kerjasama (cooperation) itu
sendiri melainkan dewasa mi pada: bagaimana suatu “cooperation
berubah atau bergeser menjadi suatu “collusion”. Bahkan menurut Van den Heuvel,
yang (bersifat) kriminal itu bukanlah organisasi atau industrinya melainkan
(menurut istilah ybs), “the interplay between public and private enterprises
that can be criminogenic, with share responsibility”.
Dengan
demikian, hemat penulis karakteristik menonjol dan tindak pidana di bidang
ekonomi dewasa mi pada umumnya terkait unsur kolusi: suatu
proses kerjasama timbal balik antara aparat birokrasi dengan aktor ekonomi yang
memiliki tanggung jawab bersama (renteng) atas kerugian-kerugian (moril atau
materil) yang telah diderita pihak ketiga atau pemerintah sebagai akibat
tindakan kedua belah pihak tersebut.
E. TIPE-TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI
Berbicara
mengenai tipe tindak pidana di bidang ekonorni sama sulitnya dengan
membicarakan masalah definisi tentang tindak pidana di bidang ekonomi.
Sebagaimana telah diuraikan dimuka, penulis telah mengemukakan perbedaan antara
tindak pidana ekonomi dan tindak pidana di bidang ekonomi; sehingga sebagai
konsekwensi logis dan perbedaan tersebut lahirlah tipe-tipe tindak pidana
tertentu yang berkaitan dengan ekonomi (dalam arti luas).
Menunut
Ensiklopedi, Crime and Justice (1983) dibedakan tiga tipe tindak pidana di
bidang ekonomi (economic crime), yaitu: property crimes; regulatory
crimes, dan tax crimes.
Property crimes sebagai
salah satu tipe tindak pidana di bidang ekonomi memiliki pengertian lebih luas
dan pada sekedar hanya tindak pidana pencurian vide pasal 362 KUHP. Property
crimes ini meliputi objek yang dikuasai individu (peroragan) dan juga
yang dikuasai oleh negara. Perluasan ini telah dianut di dalam Model Penal Code
[MPCJ (pasal 233) Amerika Serikat sebagaimana disarankan oleh the
American Law Institute, yang disebut, ‘integraed theft offense’. Integrated
theft offense ini kemudian diperkuat oeh pasal 224 MPC sehingga
meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Tindakan
pemalsuan (untuk segala objek) [forgery];
2. Tindakan
penipuan yang merusak (the fraudulent destruction);
3. Tindakan
memindahkan atau menyembunyikan instrument yang tercatat atau dokumentasi (removal
or concealment of recordable instwment)
4. Tindakan
mengeluarkan cek kcsong (passing bad checks);
5. Menggunakan
kartu kredit (credit card) yang diperoleh dari pencuran dan kartu kredit
yang ditangguhkan;
6. Praktik
usaha curang (deceptive business practices);
7. Tindakan
penyuapan dalam kegiatan usaha (comensial bribery);
8. Tindakan
perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the
rigging of contest);
9. Tindakan
penipuan terhadap kreditur beritikad baik;
10. Pernyataan
bangkrut dengan tujuan penipuan;
11. Perolehan
deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit;
12. Penyalahgunaan
dari asset yang dikuasakan;
13. Melindungi
dokumen dengan cara curang dan tindakan penyitaan.
Regulatory crimes adalah
setiap tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah yang
berkaitan clengan usaha di bidang perdagangan atau pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha. Termasuk
kedalam regulatory crimes ini pelanggaran atas larangan
perdagangan marjuana ilegal atau penyelenggaraan pelacuran atau peraturan
tentarig lisensi; pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dan aktivitas usaha di
bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di
dalam dunia usaha senta kegiatan usaha berlatar belakang politik.
Tax crimes adalah
tindakan yang melanggar ketentuan mengenai pertanggungjawaban di bidang pajak
dan persyaratan yang telah di atur di dalam undang-undang pajak. Selain ketiga tipe
tindak pidana di bidang ekonomi atau economic crimes sebagaimana
telah diberlakukan di dalam sistem hukum pidana di Amerika Serikat khususnya di
dalam model penal code.
F. TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN
DENGAN PEREKONOMIAN SECARA UMUM DAN BERSIFAT MERUGIKAN NEGARA
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya bahwa di dalam tulisan ini penulis akan memaparkan
tindak pidana-tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan
merugikan negara, hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tindak
Pidana Korupsi
Dalam
perkembangannya terlahir aturan yang merupakan tindak pidana khusus yaitu UU
No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini
dalam pasal 1 secara jelas mengemukakan bahwa korupsi merupakan perbuatan
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau
suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara
dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam
pasal tersebut sangat jelas bahwa yang diatur merupakan bertalian dengan
perekonomian negara. Dengan keberlakuan aturan Ini berarti ketentuan dalam
pasal 3e dari UU No.7 /1955 “aktif” dengan sendirinya. Pasal 3e sebenarnya
merupakan pasal yang begitu fleksibel guna mencegah tubrukan dengan aturan yang
akan lahir kemudian dan tentunya sesuai dengan zamannya. Aturan-aturan yang
lahir kemudian merupakan aturan yang lahir guna mencegah kekosongan hukum
olehnya dalam kaitan dengan UU No.7/1955 aturan pasal 3e juga merupakanblanco
strafbepalingen.
Undang-undang
No 3/1971 telah diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999. Maksud dari dibentuknya
UU. No. 31/1999 adalah; bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga
harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang
terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut
efisiensi tinggi; Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif
dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Dalam
perubahannya (UU No.20/2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999) dikatakan
bahwa tindak pidana korupsi merugikan negara atau perekonomian dan menghambat
pembangunan nasional. Kemudian istilah kerugian tersebut diperluas dengan
melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
b. Tidak
Pidana Perpajakan
Tindak
pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat
merugikan negara adalah tindak pidana perpajakan. Hal itu dikarenakan oleh
karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran, yang dampaknya
akan memengaruhi perekonomian secara umum, terutama sektor publik, sehingga
memengaruhi setiap aspek kehidupan ekonomi. Bidang pajak lebih ditekankan
kepada pengeluaran pembiayaan oleh negara, dan pemenuhannya dikaitkan dengan
kebijakan fiskal pemerintah. Penerimaan dari perpajakan memiliki dua tujuan.
Pertama untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan, dan yang kedua
adalah untuk membentuk adanya surplus anggaran dan penggunaannya untuk melunasi
utang-utang negara yang terjadi sebelumnya atau defisit anggaran karena
pinjaman. Dengan demikian peran pajak sangat strategis.
sebagai
pelanggaran maupun tindak pidana di bidang perpajakan, sudah diatur di dalam
Undang-undang perpajakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 16 tahun 2000, Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengatur tindak pidana perpajakan di bidang
perpajakan meliputi perbuatan:
·
Yang dilakukan oleh seseorang atau oleh
Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus);
·
Tidak memenuhi rumusan undang-undang;
·
Diancam dengan sanksi pidana;
·
Melawan hukum;
·
Dilakukan di bidang perpajakan;
·
Dapat menimbulkan kerugian bagi
pendapatan Negara.
Aturan
pajak mempunyai delik sendiri yang merupakan lex specialis dari
aturan yang bersifat umum yakni tindak pidana korupsi.
c. Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Tindak
pidana berikut yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat merugikan
negara adalah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tindak pidana ini
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan tidak sehat. Dalam pasal 3 huruf (a) disebutkan bahwa tujuan
diadakannya undang-undang tesebut guna menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Olehnya pelanggaran atas Undang-Undang ini
dapat menjadikan efisiensi perekonomian nasional menurun dan hal itu berimbas
pada tidak dapat terlaksananya program peningkatan kesejahteraan masyarakat
oleh negara.
d. Tindak
Pidana Pencucian Uang
Tindak
pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat
merugikan negara adalah tindak pidana pencucian uang. Regulasinya terdapat
dalam UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Perbuatan pencucian uang pada umumnya
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah uang hasil
kejahatan sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti hasil dari
kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan. Pada
prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk
menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan sehingga tidak tercium oleh
para aparat, dan hasil kejahatan tersebut dapat digunakan dengan aman yang
seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
Alasan
sehingga perbuatan pencucian uang ini termasuk kedalam tindak pidana yang
berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah
oleh sebab pencucian uang ini mempunyai pengaruh buruk yang amat besar, seperti
instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem perekonomian negara dan
bahkan dunia secara umum karena aktivitas pencucian uang sebagai kejahatan
transnasional yang modusnya banyak melintasi batas-batas negara. Hasil
penelitian Castle dan Lee menunjukan bahwa kejahatan money laundring dapat
menyebabkan hilangnya pendapatan negara dan tidak layaknya pendistribusian
beban pajak. Sementara komisi hukum nasional mengemukakan bahwa praktik
pencucian uang bisa menciptakan kondisi persaingan usaha yang tidak jujur, perkembangan
praktek pencucian uang juga akan berimbas kepada lemahnya sistem
finansial masyarakat pada umumnya. Angka-angka yang menunjukkan indikator
ekonomi secara makro menjadi turun tingkat efektifitasannya karena semakin
banyaknya uang yang berjalan di luar kendali sistem perekonomian pada umumnya.
Menurut John McDowel dan Gary Novis pencucian uang dapat merongrong integritas
pasar-pasar keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan pada dana
hasil kejahatan akan dapat menghadapi bahaya likuiditas. Kegiatan pencucian
uang juga dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan
ekonominya.
Dalam
pasal 2 disebutkan hal-hal yang merupakan hasil tindak pidana dari tindak
pidana yang diantaranya adalah korupsi dan perpajakan. Sebagaimana diketahui
sebelumnya bahwa korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara.
e. Pelanggaran
Haki
Tindak
pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara adalah pelanggaran
HaKI. Definisi HaKI adalahhak eksklusif yang diberikan Pemerintahan
kepada penemu, pencipta dan/atau pendesain atas hasil karya cipta dan karsa
yang dihasilkannya. Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk memperbanyak karya
cipta dalam jangka waktu tertentu, baik dilaksanakan sendiri atau dilisensikan.
Tergolongnya
pelanggaran HaKI ke dalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian
secara umum dan bersifat merugikan negara (mengingat aspek keperdataan HaKI
yang sangat kental) disebabkan oleh karena secara global HaKI dihormati dan
dilindungi. Hal tersebuut tercermin dari lahirnya sebuah kesepakatan
internasional di Maroko melalui Agreement on Establishing the World Trade
Organization (WTO) yang dikenal sebagai Marrakesh Agreement. Adanya kesepakatan
yang akhirnya melahirkan organisasi perdagangan dunia (WTO) ini, maka produk
dari setiap orang atau negara diatur melalui mekanisme pasar yang mengutamakan
kualitas barang dan atau jasa. Produk tersebut biasanya dilindungi hukum
sebagai hasil rasa, karsa dan cipta manusia yang tidak bisa begitu saja untuk
dilanggar.
Dalam
pergaulan masyarakat internasional, negara-negara yang memproteksi atau
membiarkan pelanggaran hak cipta tanpa adanya penindakan hukum dapat dimasukkan
dalam priority watch list, karena tidak memberikan perlindungan HaKI secara
memadai bagi negara atau pemilik/pemegang izin ciptaan tersebut. Sanksi yang
dijatuhkan dapat berupa pengucilan dalam pergaulan masyarakat internasional atau
sanksi ekonomi dari produk negara itu pada transaksi bisnis internasional.
Setelah
indonesia meratifikiasi kesepakatan internasional ini maka lahirlah
perlindungan hukum atas HaKi di Indonesia ditandai dengan diundangkannya UU
19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang
Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain
Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Terdapat
beberapa kejahatan di bidang HaKI yang hasil kejahatannya masuk dalam kategori
pengaturan tindak pidana pencucian uang, seperti yang disebutkan dalam pasal 1
huruf (y) bahwa yang termasuk ka dalam harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana selain yang disebutkan dari huruf a sampai x juga termasuk tindak
pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara
Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia. Sehubungan dengan itu jika kita melihat hukuman yang
diancamkan pada UU HaKI berkisar antara 4 (empat) sampai 7 (tujuh) tahun (UU
19/2002 tentang Hak Cipta mengancamkan 7 tahun, UU No.14/2001 tantang Paten
mengancamkan 4 tahun, UU 15 /2001 tentang Merk mengancamkan 5 tahun), olehnya
harta kekayaan yang diperoleh dari pelanggaran HaKI termasuk juga ke dalam
kategori pengaturan UU Pencucian Uang.
f.
Tindak Pidana Perbankan
Tindak
pidana perbankan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh bank yang mana tindak
pidana ini diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan larangan dan
keharusan.
Tindak
pidana perbankan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Ketentuan pidana dalam UU ini diatur di dalam pasal 46, 47, 47a, dan 48.Alasan
sehingga tindak pidana ini digolongkan ke dalam tindak pidana yang berkaitan
dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah bahwa
melihat imbas dari pelanggaran sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan
pidana maka akan berdampak kepada dimensi korban yang luas yakni masyarakat dan
negara juga menyerang secara langsung sistem ekonomi yang dianut suatu bangsa,
serta akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kapada perbankan dan kehidupan
bisnis.
Tindak
pidana di bidang perbankan merupakan White Collar Crime. White Collar Crime
dikelompokkan dalam:
1. Kejahatan
yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan pekerjaannya
2. Kejahatan
yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, seperti korupsi, penyalahgunaan
kekuasaan, pelanggaran hak warga negara.
Tindak pidana di bidang perbankan dibagi dalam 2
kelompok tindak pidana, pembagian tersebut didasarkan pada perbedaan perlakuan
peraturan terhadap perbuatan - perbuatan yang telah melanggar hukum yang
sehubungan dengan kejadian kegiatan yang menjalankan usaha bank:
a. Tindak pidana perbankan yang terdiri atas
perbuatan – perbuatan terhadap ketentuan Undang – Undang 14 Tahun
1967 tentang pokok perbankan, pelanggaran mana yang dilarang,
diancam dengan undang – undang itu. Jenis tindak pidana
perbankan terdiri atas perbuatan yang melanggar ketentuan dalam undang –
undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok perbankan yang dinyatakan sebagai tindak
pidana dalam undang – undang:
(1) Tindak pidana yang menyangkut izin
usaha diatur dalam pasal 38
(2) Tindak pidana yang menyangkut larangan dan
kewajiban pemberian keterangan mengenai keadaan keuangan nasabah diatur dalam
pasal 39, 32, 37
dihukum dengan sanksi administratif pasal 40
dihukum dengan sanksi administratif pasal 40
Hal ini seperti yang tercamtum dalam Undang – undang
No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU
No. 7 Tahun 1992 menjelaskan barang siapa:
(a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan bank
(b) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan
palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, ataupun dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
(c) Menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
ataupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank.
(d) Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus
atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atu dalam laporan
ataupun dokumen atau laporan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank
atau dengan sengaja mengubah, mngaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau
merusak catatan pembukuan tersebut.
Anatomi criminal banking ini biasanya yang paling populer
adalah money laundering (Pencucian Uang) dan window dressing atau
dalam undang – undang perbankan sendiri telah ditentukan misalnya melakukan
kegiatan perbankan tanpa ijin, berhubungan dengan rahasia bank, kewajiban
memberi keterangan kepada bank indonesia, dan memberikan keterangan yang tidak
benar.
b. Tindak pidana di bidang perbankan lainnya yang
terdiri atas perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok bank,
terhadap perbuatan mana yang dapat diberlakukan peraturan - peraturan Pidana
di luar undang – undang No. 14 Tahun 1967:
- KUHP
- KUHP
- Undang - undang No. 3 Tahun 1971
- Undang – undang No. 11 PNPS Tahun 1963
- UU no. 32 Th 1964 tentang lalu lintas
devisa.
Tindak pidana di luar undang – undang No. 14 Tahun
1967:
a. kejahatan di bidang lalu lintas pembayaran giral
dan peredaran uang
pemalsuan warkat bank KUHPidana pasal 263 ayat 1, 264 ayat 1,
pemalsuan alat lalu lintas pembayaran giral, seperti cek, wesel, giro bilyet dan warkat bank dilakukan dengan cara:
pemalsuan warkat bank KUHPidana pasal 263 ayat 1, 264 ayat 1,
pemalsuan alat lalu lintas pembayaran giral, seperti cek, wesel, giro bilyet dan warkat bank dilakukan dengan cara:
- Surat perintah pemindah bukuan
-Surat perintah pembayaran
-Surat pemindah bukuan
- Pemalsuan surat lain
- Pemalsuan dokumen impot dan ekspor
- Pemalsuan bank garansi
b. Tindak Pidana Perkreditan
KUHPidana pasal 378 mengajukan permohonan kredit
kepada bank dengan menggunakan berbagai jenis surat surat bukti yang diwajibkan
dalam petmintaan kredit yang sedang / telah diajukan dalam bentuk surat /
sertifikat namun ternyata di palsukan, sertifikat tanah palsu, sertifikat tanah
atas nama orang lain tanpa izin, bpkb palsu, surat berharga lainnya yang
dipalsukan.
g. Penyelundupan
(smuggling)
Penyelundupan
diartikan pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena
menyelundupkan barang-barang terlarang. Dalam keppres Nomor 73 Tahun 1967
Tanggal 27 Mei 1967 yang mengatakan :
“Perbuatan
penyelundupan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang
atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang
dari luar negeri ke Indonesia (impor).”
Andi
Hamzah mengemukakan bahwa: “Tindak pidana penyelundupan ialah semua perbuatan
yang melanggar ordonansi bea dan diancam pidana”.
Pada
umumnya perbuatan penyelundupan dapat berbentuk fisik atau administratif. Perbuatan
penyelendupan berbentuk fisik seperti, tidak mempergunakan dokumen yang
meliputi barangnya, bertujuan menghindarkan diri dari segala kewajiban –
kewajiban ataupun larangan ditetapkan dalam OB serta reglement – reglement
lampirannya dan peraturan – peraturan sebagai peraturan pelaksana dari OB serta
reglement – reglement lampirannya. Dalam bidang impor dan ekspor perbuatannya
dilakukan diluar pelabuhan dimana tidak ada petugas BEA CUKAI. Contoh:
pemasukan / pengeluaran barang di tempat – tempat / pantai di Indonesia dengan
tanpa dokumen yang melindungi.
Perbuatan
penyelundupan berbentuk administratif seperti perbuatan yang dilakukan seakan –
akan barang dilindungi dokumen, namun ternyata dokumen tersebut tidak sesuai
dengan barangnya.
Dalam
memberi hal ini pemerintah memberi wewenang kepada jaksa untuk melakukan
pengusutan dan pemeriksan perkara penyeludupan terhadap warga sipil atau
angkatan bersenjata yang diduga melakukan perbuatan tersebut. Penutupan /
penyelesaian hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari presiden.
h. Tindak
Pidana Di Bidang Perniagaan (Commercial Crimes),
Kejahatan
di bidang perniagaan sering bergandengan dengan kejahatan lain seperti
kejahatan terorganisasikan. Kerugian yang ditimbulkan juga kadang sangat besar
dan sulit dilacak karena kecanggihan dan biasanya bersifat transnasional.
Kebutuhan akan penanaman modal negara – negara itu menjadi peluang baik bagi
pencurian uang dalam bentuk penanaman modal yang sesungguhnya berasal dari uang
hasil kejahatan misalnya penjualan obat.
Dalam
semua kejahatan yang bersifat transnasional ini diperlukan adanya kerjasama
antar negara baik dalam bentuk penyidikan bersama maupun bentuk ekstradisi para
penjahatnya ia memerlukan keahlian khusus bagi para penegak hukum baik dalam
arti hukumnya maupun tekniknya.
i.
Kejahatan Computer (Computer
Crime),
Sesuai
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa :
“Informasi
elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya”
Data
adalah fakta atau informasi yang khususnya telah diberikan melalui komputer.
Sedangkan dunia cyberadalah adalah dunia maya yang tercipta dalam
hubungan jaringan antar komputer yang sekarang ini lebih kerap dijumpai
dalam internet.
Dalam
pasal 3 UU No. 11 Tahun 2008 Asas – asas ITE, Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.mengembangkan perdagangan dan perekonomian
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan
rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
j.
Tindak Pidana Lingkungan Hidup
(Environmental Crime)
Tindak
pidana lingkungan hidup diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut UU No. 32 Tahun 2009, pengertian
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup yang lain. 25
Pada
ketentuan pasal UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatur kewajiban bagi setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting untuk melengkapi diri dengan dokumen
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Ketentuan pasal 69 ayat (1) UU NO.
32 Tahun 2009 menegaskan larangan setiap orang untuk tidak:
a) Melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
b) Memasukkan
B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c) Memasukkan
limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup NKRI
d) Memasukkan
limbah B3 ke dalam wilayah NKRI
e) Membuang
limbah ke media lingkungan hidup
f)
Membuang B3 dan limbah B3 ke media
lingkungan hidup
g) Melepaskan
produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan lingkungan.
Ketentuan
pidana lingkungan hidup ini diatur pada pasal 98 sampai pasal 119 UU No. 32
Tahun 2009.
k.
Tindak Pidana Di Bidang Kekayaan
Intelektual,
Pengaturan
atas tindak pidana HAKI tercantum pada 3 undang – undang, yaitu:
- Undang – undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
- Undang – undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
- Undang – undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
l.
Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan
Dalam UU No. 13 Tahun
2003 yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah sesuatu yang berhubungan
dengan pengawasan atas lalu lintas segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah masa kerja. Definisi tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memnuhin kebutuhan sehari – hari maupun untuk
masyarakat.
Penegakan hukum atas
ketentuan pidana di bidang ketenagakerjaan ditandai oleh sanksi hukum bagi
pelaku tindak pidana di bidang ketenagakerjaan berupa pidana penjara dan/atau
pidana denda.
G. TINDAK
PIDANA EKONOMI DI LUAR UU NO. 7/DRT/TAHUN 1955 DAN TINDAK PIDANA PERBANKAN DI
LUAR UU NO.7 TAHUN 1992
1.
U m u m
Dengan
terpuruknya perekonomian Indonesia setelah didera krisis monoter yang menurut
para ahli merupakan dampak dari bobroknya sistem dan mekanisme perbankan serta
perekonomian di negeri kita, telah membuat sebagian kalangan terpaksa menoleh
untuk memperoleh alternatif pemecahan keluar dari kondisi yang tidak
menguntungkan ini.
Salah
satu aspek yang menjadi harapan untuk mendukung upaya pemulihan kondisi ini,
adalah penegakan hukum yang akan diemban oleh para penegak hukum. Sehingga
sangatlah penting untuk mendalami peraturan perundang- undangan mengenai
permasalahan perbankan dan tindak pidana ekonomi lainnya.
Selain
aspek penguasaan perundang-undangan itu sebagai gambaran profesionalisme dalam
bekerja, dukungan masyarakat serta mentalitas personil penyidik Polri yang
sehatlah yang merupakan senjata utama untuk mewujudkan Polri mandiri dalam
pelaksanaan penyidikan yang tidak mungkin dapat diintervensi oleh kalangan
lainnya. Karena betapapun banyaknya dan baiknya undang-undang yang dibuat kalau
pelaksananya tidak benar tetap akan menjadi sia-sia belaka seperti yang
dikatakan oleh pepatah bahwa kesemuanya tergantung pada “The man behind the gun”
2.
Tindak Pidana Ekonomi
Tindak
pidana ekonomi adalah pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang dihimpun atau ditunjuk secara limitatif oleh
Undang-undang No. 7 / Drt / 1955 tentang pengusutan dan peradilan tindak pidana
ekonomi.
Ada
beberapa jenis TPE yang diatur dalam Undang-undang No. 7 / Drt / 1955 yaitu
yang berdasarkan pasal 1 sub1e,pasal 1 sub 2e dan pasal 1 sub 3e dan yang
diatur di luar Undang-undang No. 7 / Drt /1955.
TPE
yang diatur di luar dari Undang-undang No. 7 / Drt / 1955, antara lain:
a) Undang-undang
No. 32 tahun 1964 tentang Peratuaran Lalu lintas Devisa.
b) Undang-undang
No. 6 tahun 1983 tentang Perpajakan.
c) Undang-undang
No. 19 tahun 1992 tentang Hak atas Kekayaan Intelektual-Merk.
d) Undang-undang
No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha tidak
sehat.
e) Undang-undang
No. 11 tahun 1965 tentang Pergudangan.
f)
Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
g) Undang-undang
No. 5 tahun 1984 tentang Peridustrian.
h) Undang-undang
No.4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya cetak dan Karya rekam.
i)
Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
j)
Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil.
k) Undang-undang
No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.
l)
Undang-undang No. 13 tahun 1997 tentang
Paten.
m) Undang-undang
No32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komuditi.
3.
Tindak Pidana Perbankan
Tindak
pidana perbankan adalah pelanggaran suatu ketentuan dalam bidang perbankan
sebagaimana yang telah diatur dalam perturan perbankan atau dalam peraturan
perundang-undang lainnya yang ditunjuk untuk itu.
Selain
yang diatur dalam undang-undang perbankan( Undang-undang No. 7 tahun 1992 dan
Undang-undang No. 10 tahun 1998), tindak pidana yang berhubungan dengan masalah
perbankan dapat ditemukan pada KUHP antara lain :
a.
Tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP yang menyangkut
pemalsuan surat-surat / warkat bank dan dokumen lainnya.
b.
Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP.
c.
Tindak pidana penggandaan danpemalsuan anggunan kredit sebagaimana diatur dalam
pasal 385 KUHP.
d.
Tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 374 dan 415 KUHP.
e.
Tindak pidana persaingan curang sebagaimana diatur dalam pasal 382 bis dan 390
KUHP.
Beberapa
faktor yang dindikasikan menyebabkan terjadinya TP Perbankan antara lain adalah
masih ditemukannya banyak celah dalam peraturan perbankan yang menyebabkan para
penjahat kerah putih ini dapat memanfaatkannya. Lemahnya pengawasan dari BI
selaku otoritas pengawas perbankan juga amat berperan selain faktor intern lain
yang merupakan kendala dari bank tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari hasil pembahasa di
atas, maka penulis dapat memberikan simpulan sebagai berikut:
- Ada
dua istilah dalam pengertian tindak pidana dalam bidang ekonomi yaitueconomic
crimes, dan istilah economic criminality. Istilah pertama
menunjuk kepada kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam kegiatan atau
aktivitas ekonomi (dalam arti luas). Istilah kedua menunjuk kepada
kejahatan konvesional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis
misalnya pencurian, perampokan, pencopetan, pemalsuan atau penipuan.
- Ada
tiga karakteristik atau features of economic crime yaitu
sebagai berikut:pertama, pelaku menggunakan modus operandi yang
sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; kedua,
tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses
dalam bidangnya dan ketiga, tindak pidana ini memerlukan
penanganan atau pengendalian secara khusus dan aparatur penegak hukum pada
umumnya
- Ada
tiga tipe tindak pidana di bidang ekonomi (economic crime), yaitu : property
crimes; regulatory crimes, dan tax crimes.
- UU
No. 3 Tahun 1971 yang telah diganti dengan UU no 31 Tahun 1999 dan dirubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi
- Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000,
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Kepabeanan 3.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
- UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
- UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah
dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
- UU
HaKI (UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15
/2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000
tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu)
Aturan-aturan tersebut dirasakan perlu diadakan sebagai jawaban atas
perkembangan zaman dan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional yang
senantiasa akan memengaruhi perekonomian umum.
B.
SARAN
Aturan-aturan
tersebut dirasakan perlu diadakan sebagai jawaban atas perkembangan zaman dan
untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional yang senantiasaakan memengaruhi
perekonomian umum.
DAFTAR
PUSTAKA
· http://www.scribd.com/doc/170068262/TINDAK-PIDANA-EKONOMI#scribd
· http://forester-untad.blogspot.com/2012/11/makalah-hukum-pidana-ekonomi.html
· http://repo.unsrat.ac.id/79/1/KEBIJAKAN_PERLINDUNGAN_KORBAN_KEJAHATAN_EKONOMI_DI_BID.__(1).pdf
· https://krisnaptik.wordpress.com/tag/tindak-pidana-ekonomi/
· https://qolbi.wordpress.com/2012/07/31/tindak-pidana-dibidang-ekonomi-suatu-tinjauan-kriminologi/
· http://penerjemah-mr-rujito1.blogspot.com/2012/02/makalah-hukum-pidana-ekonomi.html
· http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/11/tindak-pidana-ekonomi-arti-sempit-arti.html
·
http://belajarberbagi-bersamaberbagi.blogspot.com/2012/10/pengertian-tindak-pidana-ekonomi.html
hai kak...
BalasHapussangat membantu
BalasHapus